Berhaji Bukan Hanya Kesalehan Individu


Tabungan haji.


Hari ini saya bangun lebih dini daripada biasanya. Pasalnya, ehm... ada naskah yang hampir mencapai tenggat waktu dan editor tercinta sudah membunyikan alarm peringatan. 

Horeee....dikejar-kejar editor....! *lalu diteriakin pake TOA: Naskahnyaaaa...manaaaaaa?* Hihihi....

Bukannya langsung menulis, saya malah buka Facebook dulu. Mana tau ada order kerjaan atau pesanan buku di inbox *ngeles elegan*. 

Alhamdulillah, memang ada order pembelian buku. Setelah buka inbox, saya lirik-lirik timeline sebentar. 

Pandangan saya tertuju pada sebuah berita dari halaman Kementerian Agama RI. Berita itu tentang pembatasan haji hanya satu kali.

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan bahwa Kemenag akan memberlakukan peraturan naik haji satu kali. 

Peraturan itu untuk menerapkan asas keadilan dan mengimplentasikan kesalehan sosial.


Kesalehan Individu

Dalam pemahaman agama saya yang dangkal, saya memahami bahwa menunaikan ibadah haji adalah kewajiban umat Islam. 

Banyak orang rela bersusah-payah menabung agar bisa ke sana. Menyisihkan beberapa ribu rupiah per hari untuk dimasukkan ke tabungan haji. Hanya sedikit yang bisa disisihkan karena penghasilan pun memang sangat pas-pasan.

Banyak yang baru bisa berangkat setelah berusia lanjut (mungkin nanti saya juga kalau melihat kondisi saat ini, itu pun kalau masih ada umur) saking lamanya waktu tunggu. Duuuh, nyesek rasanya ketika tahu betapa lamanya waktu tunggu itu. 
 
Di sisi lain, tak sedikit yang berkali-kali berangkat haji, dua tahun sekali, tiga tahun sekali.... 

Mereka berkata, Tanah Suci memanggil-manggil mereka. Mereka berkata, rindu luar biasa untuk kembali menjejakkan kaki di Tanah Suci, untuk beribadah di Masjidil Haram, untuk mengunjungi makam Rasulullah, untuk menelusuri jejak perjuangan Rasulullah....

 
Ibadah Haji di Tanah Suci
Jamaah haji sedang thawaf (Foto: Shutterstock).


Alhamdulillah. Senang rasanya melihat banyak orang yang hatinya terpaut dengan Tanah Suci. 

Senang rasanya melihat banyak teman yang berhasil menunaikan rukun Islam kelima itu. Semoga menjadi haji yang mabrur, menjadi individu yang semakin saleh dan saleha. Aamiin.

Alhamdulillah. Senang rasanya melihat teman-teman di media sosial mengunggah foto-foto mereka saat berhaji untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, keempat kalinya.... Senang yang bercampur sedih.

 

Kesalehan Sosial 

Oh tidak, saya bukan iri. Saya hanya sedih. Sedih karena belum berkesempatan ke sana. 

Saya hanya merasakan haru yang meremas jantung ketika musim haji tiba. Melihat para lansia dari berbagai daerah akhirnya bisa berangkat ke Tanah Suci setelah menunggu dan menabung selama puluhan tahun.

Ahahaha, silakan sebut saya saya cengeng setelah tahu saya kerap menitikkan air mata ketika melihat, membaca, dan mendengar perjuangan mereka untuk bisa berhaji. 

Masya Allah. Betapa Allah telah memanggil hati mereka untuk bertamu ke rumah-Nya. 
Ketika Tanah Suci memanggil tak ada yang bisa menolak. Semua berusaha bergegas memenuhi panggilan.

Bapak-Ibu yang memiliki harta berlebih dan telah pernah berhaji, kami paham betapa hati selalu merindukan Tanah Suci. 

Tapi tolong lihatlah, begitu banyak yang menangis rindu karena belum juga berkesempatan ke sana sedangkan tubuh semakin renta. 

Tahun demi tahun mereka hanya bisa titip doa di Tanah Suci. Minta dipanggil agar bisa segera menunaikan ibadah haji.

Tolong lihatlah begitu banyak wajah rindu yang setia membalik lembar demi lembar kalender, menghitung tahun untuk bisa ke sana.

Cukuplah satu kali berhaji. Beri kesempatan, berikan kuota pada yang belum menunaikan kewajiban berhaji. 

Kerinduan pada Tanah Suci... bukankah bisa dituntaskan dengan melaksanakan ibadah umrah yang bisa kapan saja? Bukankah kewajiban berhaji hanya satu kali seumur hidup?

Bapak-Ibu yang memiliki harta berlebih, bahagiakah jika setiap tahun bisa berangkat berhaji, sedangkan guru honorer yang mengajar anak Bapak-Ibu di sekolah hanya sanggup menabung Rp50.000 per bulan untuk berangkat haji?

Labbaik allahuma labbaik....
Kami pun rindu pada Tanah Suci. 


Salam,

Triani Retno A
Penulis, Editor, Blogger

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.