Asuransi Jiwa, Payung Untuk Masa Depan

sequis life
 
“Ngapain ikut asuransi? Lagian memangnya kamu punya uang buat bayar premi asuransi?”
Kalimat itu meluncur dari mulut laki-laki yang ketika itu berstatus sebagai suami saya.
Saya terdiam. Sudah beberapa tahun saya resign dari kantor. Kalau masih ngantor, sih, akan lebih gampang karena punya penghasilan sendiri. Tapi sekarang kondisinya sudah berbeda.

Pengalaman saya terkait ini bisa juga dibaca di blogpost berikut:


Roda Hidup Berputar

“Roda hidup berputar” itu memang perumpamaan klise. Tapi begitulah kenyataannya.
Hidup berputar seperti roda mobil. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang melintasi jalanan yang mulus, kadang melewati jalanan yang berbatu, kadang berlumpur.
Begitu juga kehidupan saya. Negara api menyerang. Keuangan keluarga pun babak belur. Roda hidup saya seolah berhenti di bawah, di jalan berlumpur pula.
Setelah mencoba bertahan selama dua tahun dalam huru-hara, akhirnya pernikahan kami kandas pada tahun ke-10. Dan mulailah hari-hari saya sebagai orangtua tunggal dengan dua anak.
Saya sudah kembali bekerja. Bukan formal ngantor lagi seperti dulu, karena terbukti saya tidak kuat meninggalkan anak-anak di rumah.
orangtua tungga
Hidup sebagai orangtua tunggal.

Kali ini saya bekerja secara remote, jarak jauh. Saya tinggal di Bandung dan bekerja sebagai editor naskah di dua penerbit di Jakarta. Satu penerbit besar di kawasan Palmerah Jakarta, satu lagi penerbit indie.
Meski perlahan, roda hidup saya mulai bergerak lagi. Kembali berpenghasilan membuat saya kembali berpikir tentang asuransi.
 “Memangnya kamu punya uang buat bayar premi asuransi?”
Kalimat yang terdengar meremehkan itu kerap terngiang dalam ingatan saya.  Yaaah … panas hati sih kalau ingat itu. Dan saya tak suka diremehkan seperti itu.

Role Model

Keinginan untuk memiliki polis asuransi tidak datang secara tiba-tiba. Sepertinya ini tak terlepas dari kedua orangtua saya.
Sejak saya kecil, bapak dan ibu rutin membayar premi untuk asuransi jiwa. Mereka anggota militer yang hanya mengandalkan gaji.
Bisnis kecil-kecilan yang pernah mereka miliki hanyalah beberapa kandang ayam pedaging di halaman rumah. Selain itu, berjualan makanan di bazar-bazar di lingkungan kantor.
Tugas saya? Saat SD, saya bertugas menangkap ayam di kandang. Beranjak remaja, berjualan makanan saat ada bazar.
asuransi dan penghasilan
Salah satu tugas saya semasa kecil.

Dengan penghasilan yang bisa dibilang pas-pasan itu, bapak ibu membuat polis asuransi jiwa. Disiplin membayarnya jangan ditanya. Mungkin karena mereka terbiasa serba disiplin di lingkungan militer, ya. Besar atau kecil keuangan tetap harus dikelola.

Untuk Apa Ikut Asuransi?

“Kamu ikut asuransi? Untuk apa kamu mikirin yang belum tentu terjadi?”
“Asuransi itu kan buat meng-cover kalau ada musibah. Lah kamu mikirin kemungkinan jelek gitu … entar bisa-bisa kejadian beneran, loh.”
Reaksi sejenis itu sering saya dapatkan dari teman-teman saya. Apa pun bentuk asuransinya.
Tapi, setelah pernah mendapatkan reaksi sinis dari (mantan) suami, reaksi begitu dari teman-teman sih rasanya … nggak ada apa-apanya. Hehe ….
Dulu banget, saya juga sempat begitu. Berpikir bahwa keikutsertaan dalam asuransi adalah sebuah kesia-siaan.
Gimana nggak sia-sia?
·         Rutin bayar premi untuk asuransi kesehatan, tapi nggak pernah sakit. Uangnya hilang terbuang dong! Masa saya harus sakit dulu, sih biar bisa menikmati manfaat dari uang yang saya keluarkan tiap bulan?
·         Tiap bulan bayar premi asuransi jiwa. Lah kalo baru bisa diambil setelah meninggal … gimana menikmatinya?
untuk apa asuransi jiwa
Untuk apa ikut asuransi jiwa?

Pemikiran konyol? Entahlah. Dulu saya serius loh mikir begitu. Tapi pelan-pelan pikiran saya terbuka setelah membaca beberapa artikel di koran tentang perlunya memiliki asuransi. Entah itu asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, maupun asuransi jiwa.

Sedikit perjalanan saya membuka wawasan tentang keuangan:


Itu sebabnya, sekian tahun lalu saya meminta suami untuk membuat asuransi. Pertimbangan saya, untuk jaga-jaga.
Ada anak-anak yang jadi tanggung jawab kami. Bagaimana kalau ada apa-apa dengan kami?
Tapi permintaan saya itu tak dipandang sebelah mata pun.

Sebuah Payung Untuk Melindungi

Asuransi ibarat sebuah payung. Meski di rumah ada payung, tak berarti kita memakainya setiap waktu, kan? Payung itu lebih sering tersimpan saja di tempatnya.
Tapi ketika hujan turun, kita sudah punya payung yang siap memberikan perlindungan. Kalaupun masih basah, ya dikit-dikit aja basahnya. Nggak sampai basah kuyup.
manfaat asuransi jiwa
Payung untuk melindungi.

Seperti itulah sekarang saya memandang asuransi.
Sebagai orangtua tunggal saya dipaksa untuk memikirkan banyak hal sendiri. Keadaanlah yang memaksa saya.
Saya satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Saya satu-satunya orangtua yang mereka kenal dekat.
Bagaimana kalau saya tutup usia sebelum mereka mandiri secara keuangan? Siapa yang akan membiayai hidup mereka? Ayah kandung mereka … saya tak berani berharap banyak. Toh selama ini pun dia tak ikut membiayai anak-anak, kecuali saya meminta berkali-kali.
asuransi jiwa untuk apa
Kekhawatiran saya....

Saya tahu, bekal terbaik untuk anak-anak sepeninggal orangtua adalah keimanan. Tapi, kalau bisa memberikan bekal materi, mengapa tidak?
Setidaknya, di tahap-tahap awal anak-anak punya bekal materi untuk hidup mereka.
Dengan pemikiran kejauhan seperti itu, saya memutuskan untuk membeli polis asuransi. Membeli payung perlindungan untuk masa depan.

Asuransi Jiwa, Payung Perlindungan

Salah satu perusahaan yang menawarkan payung perlindungan adalah Sequis Life. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1984 ini sudah terdaftar dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hingga bulan Desember 2018 lalu, Sequis memiliki aset senilai Rp 18,4 triliun dan polis 410.000 lebih.
Ada 4 asuransi jiwa yang bisa kita pilih di Sequis.

1. Whole life.

Asuransi whole life ini memberikan perlindungan selama seumur hidup. Namun, “seumur hidup” ini umumnya dibatasi hingga usia 100 tahun.
Kenapa tidak 200 tahun? Ehk … ada gitu manusia zaman modern ini yang berusia hingga 200 tahun?

2. Endowment.

Asuransi jiwa jenis ini disebut juga dengan asuransi dwiguna, yaitu merupakan asuransi sekaligus tabungan.

3. Term life.

Asuransi term life merupakan asuransi jiwa berjangka. Perlindungan yang diberikan hanya dalam jangka waktu tertentu. Umumnya premi asuransi jenis ini lebih murah daripada asuransi jenis whole life.

4. Accident & TPD (Total Permanent Dissability).

Asuransi jiwa jenis ini memberikan perlindungan jika terjadi kecelakaan, baik meninggal maupun cacat tetap.
Pada dasarnya, keempat jenis asuransi ini sama. Sama-sama mempersiapkan perlindungan untuk masa depan. Sama-sama mempersiapkan bekal untuk mengantisipasi hal terburuk yang mungkin terjadi pada diri kita.
Masing-masing asuransi jiwa tersebut memiliki beberapa jenis asuransi, seperti yang terlihat dalam infografis berikut ini.
asuransi jiwa sequis life
Jenis-jenis asuransi jiwa di Sequis Life.

Mana jenis asuransi jiwa yang paling bagus?
Menurut saya sih, semuanya bagus. Lah iya, kan. Jenis apa pun yang kita pilih berarti kita sudah melakukan persiapan untuk melindungi keluarga tercinta.
Kita bisa memilih jenis asuransi jiwa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan kita untuk membayar premi.
Usia dan jenis pekerjaan juga perlu jadi pertimbangan lho. Pekerjaan-pekerjaan tertentu kan berisiko lebih besar mengalami kecelakaan dibandingkan pekerjaan lainnya.
mau buka asuransi, pertimbangkan ini
Pertimbangan dalam memilih asuransi.

Masalah kesanggupan membayar juga penting. Soalnya, membayar premi itu kan nggak cuma setahun dua tahun.
Jadi, pertimbangkan matang-matang, asuransi jiwa mana yang akan kita pilih sebagai payung perlindungan di masa depan.

Mindset yang Berubah

Saya hari ini adalah bentukan dari pengalaman di masa lalu dan harapan di masa depan.
Pengalaman orangtua yang disiplin membayar premi asuransi jiwa berjangka, dan harapan agar buah hati saya kelak terlindungi memantapkan saya untuk membeli polis asuransi.
your better tomorrwo
Untuk masa depan yang lebih baik.

Tentang pemikiran saya dulu, sekarang mindset saya berubah.
  • Punya asuransi kesehatan tapi nggak pernah sakit yang butuh biaya besar? Alhamdulillah. Tapi kalau Allah takdirkan sakit, setidaknya saya tak terlalu merepotkan orang lain.
  • Punya asuransi jiwa tapi nggak bisa menikmati uang pertanggungan dari asuransi jiwa? Nggak masalah. Yang penting, ada bekal untuk anak-anak kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada saya. Setidaknya sampai kuat lagi secara fisik dan mental untuk meneruskan hidup.
Tak ada yang menginginkan hal buruk terjadi. Tapi kita mempersiapkan payung perlindungan untuk masa depan yang lebih baik bagi keluarga kita.  


Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com

10 komentar

  1. Ngebayangin Teh Eno nangkap ayam. Hahahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setiap orang punya masa lalu, Nda :p
      Sekarang ganti nangkep ayam yang nyumput di balik cireng aja.

      Hapus
  2. aku dan suami dari awal nikah udh sepakat, kita hrs punya asuransi. skr ini kami punya asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan trutama mengcover penyakit2 serius. sengaja pilih UP yang gede, walopun preminya jd gede juga. tp itu semua utk bekal anak2 ku sih mba. aku ga mau, kalo sampe aku dan suami kenapa2, trus mereka jd telantarm setidaknya UP yg kita pilih, harus bisa mengcover hidup mereka sampe selesai kuliah minimal.

    disiplin nabungnya utk bayar premi jgn ditanya. tp dgn perencanan kuat, insyaallah bisa kok. biar deh susah skr, tp setidaknya aku ngerasa tenang karena anak2 udah terjamin hidupnya :)..

    kalo aku bilang yaaa, asuransi itu cocok utk org2 yg susah menabung. aku dan suami boros banget. apalagi kita berdua hobi traveling. makanya asuransi 1-1 nya jalan dimana kita cukup byr premi tp setidaknya hasilnya bisa gede dan memberikan perlindungan pula utk kluarga :). kalo memang yakin bisa menabung , dan yakin g akan terkena penyakit serius ato bencana apapun, ya monggo jgn pilih asuransi :D .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pilihan masing2 keluarga ya. Iyaaa...disiplinnya. Makanya aku untuk asuransi pakai autodebit. Kalo nggak gitu, susyaaah...

      Hapus
  3. Asuransi jiwa kalau di pikir2 emang penting sih, penting banget. Karena manfaatnya baru akan terasa di hari tua nanti

    BalasHapus
  4. Aku udh melihat susahnya salah satu saudaraku menanggung hutang rumah sakit karena enggak pakai asuransi saat melahirkan. Waktu itu dia pikir akan melahirkan normal dengan biaya yang masih bisa dijangkau. Namun Allah berkata lain, dia melahirkan prematur dan belum sempat ngurus asuransi yang tertunggak. Alhasil berhutang banyak, sejak itu aku berpikir asuransi itu penting sekali meskipun selama ini aku belum pernah sakit yang sampe harus masuk rumah sakit.

    bener mba, asuransi itu seperti payung, pas hujan baru dibutuhin.

    BalasHapus
  5. asuransi itu memang penting mbak, ibaratnya kayak satpam komplek,

    masak nunggu kemalingan dulu baru pakai jasa satpam? kan ga gitu ceritanya.

    saya suka sebel sama orang yang bilang, buat apa punya asuransi, kan belum tentu terjadi, rugilah, ga bisa balik lagi uangnya, dan seterusnya.

    saya termasuk yang pakai asuransi, setuju sama mbak, asuransi penting untuk masa depan

    BalasHapus
  6. makasih sharingnya, betapa manfaatnya ya

    BalasHapus
  7. Asuransi itu memang ibaratnya kayak payung ya, mbak. Sedia payung sebelum hujan gitu. Infografisnya keren banget, Mbak. Kalau udah punya anak jadi makin sadar banget ya tentang pentingnya asuransi.

    BalasHapus
  8. Setelah membaca ini saya jadi paham betapa pentingnya asurasni. Sering juga saya berpikir "asuransi 85 tahun, kalau kita sudah meningggal, bagaimana menikmatinya?" yang namun ternyata asuransi memang penting

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.