Nando, Connecting People


Nando, penulis cerpen

Malam ini sudah enam pekan sejak Izrail menjemputmu. Mungkin sebagian teman sudah lupa. Aku tidak. Bagaimana aku bisa lupa? Bagiku kamu tak tergantikan.

Tapi banyak juga kok yang masih tetap ingat kamu. Yang masih menyimpan baik-baik kenangan tentangmu.


Mbak Sri Haryati yang ex redaktur Kawanku, misalnya. Sepergimu, aku dan Mbak Sri kerap berbincang di WA tentang kamu. 

Berbagi kenangan tentang kamu. Dari Mbak Sri aku mendapat sebuah istilah tentang kamu. Connecting People.


Connecting People

Ini “kekuatan” untuk menghubungkan satu orang dengan orang lainnya. Kekuatan yang sepertinya melekat pada kamu. 

Orang-orang yang tadinya tidak saling kenal, jadi kenal gara-gara kamu. Mbak Sri sempat kaget ya dulu, waktu kamu ternyata kenal dengan narasumbernya. Padahal kamu dan si narasumber beda kantor, beda pekerjaan, beda asal daerah, beda kampus. Tidak ada persamaan latar belakang. Tapi ternyata kamu kenal.

Tapi ya… seharusnya aku nggak heran. Tahun 1999 dulu, kamu yang pertama kepikiran buat nyari tahu identitasku. 

Beberapa tahun kemudian, kamu juga yang memaksa aku untuk kenalan dengan Mas Abe.

“Masa kamu nggak kenal Adnan Buchori? Keterlaluan. Dia penulis cerpen juga. Ayo, kenalan dulu.”

Belakangan aku baru tahu, kamu dan Mas Abe ternyata sudah berteman 10 tahun (atau lebih ya) sebelum kita berteman.

Kamu juga yang memaksaku untuk berkenalan dengan Mbak Erin.

“Kamu tau Reni Erina, kan? Dia sering nulis di majalah Hai. Udah berteman sama dia belum? Hah? Belum?” tanyamu di suatu sore. “Sana, buruan kenalan. Sekarang dia di majalah Story.”

Lalu lagi, lagi, dan lagi. Entah berapa banyak orang yang kukenal gara-gara kamu.

Dan kamu, teman-temanmu pun semakin banyak. Dari teman ke teman, ke teman ke teman. 

Kamu sering kulihat sedang ramai berkumpul dengan teman-teman. (Tapi kenapa masih sering kulihat sepi di mata kamu?)

Mungkin, kekuatan connecting people itu juga yang membuatmu selalu bisa menemukan aku lagi meski kita tiga kali hilang kontak. 

Aku tak pernah bertanya bagaimana kamu bisa menemukanku. Aku sudah senang karena bisa bertemu kamu lagi.

 
Nando dan Genk Kompor
Erin, aku, Abe, kamu.


Silaturahmi

Menghubungkan orang-orang dalam pertemanan. Menjalin silaturahmi. Sepertinya itu hobi kamu, ya.

Nggak heran ketika Desember 2016 kamu pamit ke sana kemari dengan berbagai alasan, lalu menghilang dari media sosial, teman-teman kehilangan kamu.

Setelah Izrail membawamu pergi, kekuatan connecting people kamu masih tetap bekerja. Orang-orang yang dulu tak saling kenal, sekarang berteman gara-gara mengenalmu. 

Orang-orang yang dulu jarang bersilaturahmi, sekarang saling menyapa dan berbagi kenangan manis tentangmu.

Orang-orang yang pernah membuatmu kesal (dan kupingku panas karena harus berpuluh menit mendengar ocehanmu) pun mengenangmu secara indah. 

Kesal pada mereka ternyata tak membuatmu memutuskan silaturahmi.

Ketika aku yang kesal pada seseorang dan menjadikanmu sebagai “keranjang sampah”, kamu mendengarkan dengan tenang, menanggapi tanpa bikin aku makin kesal. Lalu, “Udah? Sekarang baikan lagi sama dia, ya.”

Bahkan tentang mantan suamiku, walaupun kamu pernah marah karena ulahnya, kamu masih mengingatkan, “Jangan benci sama dia. Bagaimanapun, dia ayah dari anak-anakmu.”

Semoga Allah menerima ringannya hatimu dalam menjalin silaturahmi sebagai amal ibadah.
"Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orangtua dan kerabat).” (HR. Bukhari)


Salam, 

Triani Retno A
Penulis, Editor, Blogger
www.trianiretno.com

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.