Tsunami Anyer, Seventeen Band, dan Krisis Hati Nurani

Ifan Seventeen dan Tsunami Anyer

Anak Krakatau sedang rindu pada ibunya, Krakatau. Rindu pada sang ibu yang “pergi” pada tahun 1883 membuatnya batuk-batuk hebat. Laut pun bergolak dibuatnya.
22 Desember 2018. Pada malam di Hari Ibu, laut mengirimkan gelombang rindu Anak Krakatau ke daratan Anyer. Tanpa peringatan. Menyapu semua yang berada di bibir pantai. Tsunami.

Seventeen Band Terhantam Tsunami

Saya tahu kejadian itu tanggal 23 Desember dini hari. Tertegun membaca kabar yang berseliweran di Facebook, Instagram, Twitter, dan portal-portal berita.
Bergidik ngeri ketika melihat grup band Seventeen yang tengah manggung di acara gathering PLN rubuh tersapu gelombang tsunami.
Berita-berita selanjutnya mengabarkan jumlah korban yang berjatuhan akibat tsunami. Ratusan jumlahnya.
Road manager dan bassist grup band Seventeen ditemukan meninggal dunia. Berikutnya, gitaris Seventeen pun ditemukan sudah tak bernyawa. Lalu sang drummer. Terakhir, istri sang vokalis pun ditemukan sudah dijemput Izrail.
Seventeen, grup band berusia 20 tahun kurang 20 hari itu hanya menyisakan satu orang yang selamat. Ifan, sang vokalis.
Akun Instagram para personel Seventeen dibanjiri ungkapan kesedihan dan dukacita.
Dua lagu Seventeen terdengar terus. Kemarin (2016) dan Jangan Dulu Pergi (2018). Dua lagu yang merupakan curahan kesedihan penciptanya kala itu, terasa begitu menyihir. Begitu pas dengan yang terjadi saat ini.
Namun, ternyata tak semua bersedih.
 
Seventeen Band jadi korban Tsunami Anyer
Sumber: IG seventeenbandid
(dikolasekan. Aslinya ini 3 foto terpisah untuk lagu Jangan Dulu Pergi)

Krisis Hati Nurani

Ya, nggak semua orang bersedih. Ada yang tertawa. Ada yang tersenyum semringah.
Ada pula yang langsung menggelar panggung dakwah online, sekaligus menentukan ke surga atau neraka para personel Seventeen itu berpulang.
Na’udzublillahi min dzalik.
Saya insya Allah muslim. Dan saya menangis membaca komen-komen di IG para personel Seventeen.  

Ambil hikmahnya. Musik itu haram!
Ngeri! Matinya sedang dalam melakukan kemaksiatan!
Mestinya bersyukur sudah diingatkan oleh Allah kalau itu maksiat.
Mamp*s bapaknya udah mati!
Mati belum nutup aurat. Nanti dimintai tanggung jawabnya, Bang!

Ya Allah…. Astagfirullahal ‘adziiim ….
Di mana adab kalian yang berilmu tinggi ini? Saat orang sedang berkabung, kalian malah mengharam-haramkan. Malah memaki dan memvonis mereka sedang bermaksiat.
Tak sampaikah kepada kalian materi adab pada orang yang meninggal dunia? Salah satunya adalah larangan mencela orang yang sudah meninggal.
Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan.” [HR. Al-Bukhari]
 Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: Rasulullah saw., bersabda, “Janganlah kalian memaki orang-orang yang telah meninggal karena (jika demikian) bisa menyakiti orang-orang yang masih hidup.” [HR. Ahmad]

Tak terlintaskah sedikiiiit saja di hati dan pikiran kalian bagaimana perasaan keluarga para korban tsunami?

Wisata Bencana

Yang juga mengiris hati adalah kedatangan orang-orang tertentu ke lokasi bencana.
Ketika warga dan relawan sedang bahu-membahu mencari dan membantu korban, mereka malah … berfoto-foto.
Ada yang berdalih foto-foto itu karena mereka prihatin (tapi ekspresi wajah mereka tak menunjukkan keprihatinan).
Ada yang berdalih itu sebagai bukti mereka sudah datang ke lokasi untuk menyampaikan bantuan (lalu wefie dengan muka semringah, Bu?)
Ada yang mengatakan untuk diposting di media sosial karena akan mendapatkan banyak like dan komentar.
Na’udzubillahi min dzalik….
 
Tsunami Anyer tahun 2018
Sumber foto: Liputan6.com

Begitu pentingnyakah eksistensi di media sosial sampai-sampai TEGA berswafoto di antara reruntuhan akibat tsunami?
Di tanah yang kalian pijak itu, ribuan manusia baru saja berjuang mempertahankan nyawa. Ada yang berhasil, ada yang harus pergi.
Di bawah reruntuhan itu bisa jadi masih ada korban yang terjebak, entah hidup atau meninggal. Dan kalian … berswafoto demi update di media sosial?
Ya Allah…. Astagfirullahal ‘adziiim …. Di mana hati nurani kalian?

Ambil Hikmah, Bukan Menghakimi

Kita nggak tau gimana akhir hidup kita. Kita nggak tau kapan dan di mana Malaikat Izrail mencabut nyawa kita.
Kita nggak tau apa yang kita lakukan pada saat akhir hidup kita. Kita cuma bisa berdoa supaya pada saatnya nanti kita diwafatkan dalam keadaan husnul khotimah. Dalam iman Islam.
Kita juga nggak tau apa amal-amal apa yang telah dilakukan oleh para korban tsunami ---yang dengan semena-mena kita vonis tengah bermaksiat.
Mungkin ada amalan yang membuat pintu surga terbuka lebar untuk mereka.
Mungkin ada amalan yang membuat pahala jariah mengalir tanpa henti kepada mereka.
Mungkin ada anak-anak yatim dan kaum duafa yang pernah mereka bantu dan kini menangis mendoakan mereka.
Mungkin ada niat Lillahi Ta’ala dalam setiap gerak langkah mereka.
Kita nggak tau, kan? Bisa jadi mereka justru lebih baik daripada kita. Lalu, kenapa kita begitu ringan menghukumi seseorang bermaksiat?
Tugas kita yang masih hidup adalah mendoakan mereka yang telah pergi. Mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian. Bukan memvonis.

Salam,
Triani Retno A
Penulis Buku Indonesia
Novelis
Blogger Bandung

14 komentar

  1. Hati mereka seperti batu ya mbak... Atau nggak punya hati. Menghakimi orang lain seenak jidatnya.

    BalasHapus
  2. Teteh �� ya Allah, ngeri sekali komen komen nya.

    BalasHapus
  3. @Qadriea Warastra : Iya. jadi bikin jelek citra umat Islam aja yang begitu tuh.

    BalasHapus
  4. @Nufa Zee Banget. Kadang aku bertanya2, mereka itu belajar di mana sih sampe jadi begitu?

    BalasHapus
  5. Astaghfirullahal'adzim yang komen begitu apa tidak mikir. Apa dengan komen seperti itu mereka akan jadi ahli surga? Naudzubillaminzalik.sedih bacanya :(

    BalasHapus
  6. @Amirotul Choiriah : Makin mengerikan ya komen (sebagian) netizen :( Entah apa yang mereka cari dg komen seperti itu.

    BalasHapus
  7. Sedih. Melihat bencana yang silih berganti melanda indonesia. Introspeksi diri, sudah cukupkah bekal kita, siapkah kita apabila dipanggil sewaktu-waktu oleh Sang Maha Pencipta

    BalasHapus
  8. Astagfirulloh ada yang bilang mamp*s teh? Aku sempet stalking ignya semua personil seventeen, dan banyak komentar yang bikin ngurut dada. Enggak tahu hati nuraninya pada ke mana hiks.
    Setuju banget sama paragraf penutup teh Eno di sini. Ambil hikmahnya dan jangan menghakimi.

    BalasHapus
  9. Wah terima kasih sudah mewakili suara hati saya. Netizen memang gitu, enggak yang kanan pun yang kiri, sama-sama bikin sering lepas kesabaran.

    BalasHapus
  10. welcome to Indonesia mba. jempol Netijen lebih jahat dr ibu tiri

    BalasHapus
  11. Mewakili suara hati saya mbak, terima kasih. Warganet selalu benar dan enggan belajar.

    BalasHapus
  12. Netizen maha benar dengan segala komennya mba :( selalu miris aku dengernya, semua musibah dihubung2kan dengan azab :( gak Palu, gak Banten. Padahal ini kan gak ada hubungannya dgn azab. Semua yg terjadi adalah sesuai dgn ketetapan Allah.
    Semoga kita gak termasuk org2 yg berfikiran negatif spt itu ya. Astaghfirullah :(

    BalasHapus
  13. Sedih mbak dengar berita ini. Kurang menghargai orang lain dan sepertinya sudah sering terulang. Kurang bijak memahami permasalahan dan seharusnya belajar berkomentar secara santun di media publik.

    BalasHapus
  14. Wihhhh suka sekali dengan ulasannya, ringan namun mengena. Bener juga mba, saya juga sepemikiran, miris dengan mereka yg menghakimi dengan kalimat2 yg kejam. Nauzubillah.

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.