Zero Waste, Tanggung Jawab Bersama

 Sampah kota Bandung

Apa yang tampak pada foto di atas? Ya, secara terang-benderang itu adalah tumpukan sampah.

Mari kita mendekat dan melihat apa saja yang ada di dalam tumpukan sampah ini. Oya, jangan lupa pakai masker karena aroma yang meruap dari tumpukan itu sungguh aduhai.

Nah, sekarang apa saja yang bisa kita temukan dalam tumpukan sampah ini?

Isi Tumpukan Sampah

Kita semua adalah penghasil sampah. Setiap hari ada saja sampah yang kita hasilkan. Entah itu berupa sampah organik atau sampah anorganik.

Banyak dari kita yang enggan memilah sampah dari rumah kita sendiri. Banyak pula dari kita berpikiran “ah cuma dikit kok” ketika menghasilkan sampah.

Sayangnya, pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit bukan hanya berlaku bagi aktivitas menabung dan investasi keuangan.

Pepatah itu juga berlaku dalam urusan sampah. Bahkan, bukitnya dapat dilihat begitu nyata. Bukan bukit biasa, melainkan bukit ajaib yang menyimpan banyak hal.

Ini dia yang ada di dalam tumpukan sampah.

1. Kesehatan

Dalam tumpukan sampah ada banyak masalah kesehatan. Air, tanah, dan udara pun tercemar.

Sampah yang tidak dikelola dan berserakan dengan semena-mena menjadi sarang bagi kuman, bakteri, dan virus.

Lalat pun dengan sukacita hinggap di atas tumpukan sampah, terbang, lalu hinggap di makanan kita.

Penyakit yang paling umum adalah diare dan gangguan saluran pernapasan.

Mengutip dari alodokter.com yang ditinjau oleh dr. Kevin Adrian, dalam jangka panjang sampah plastik dapat menghasilkan zat karsinogen yang memicu kanker.

Selain itu, masih ada pula ancaman gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan saraf, hingga gangguan pertumbuhan janin.

2. Masa Depan

Dalam tumpukan sampah ada masa depan Bumi. Bukan hanya masa depanmu dengannya yang penting. Masa depan Bumi dan umat manusia pun penting.

Bumi bukan hanya milikmu berdua. Bumi juga milik miliaran orang lainnya saat ini, miliaran orang lagi di masa depan, serta semua makhluk hidup lainnya.

Sampah yang tidak terkelola dengan baik akan menghasilkan gas metana. Gas metana ini merupakan salah satu penyebab terjadinya emisi gas rumah kaca.

Emisi gas rumah kaca ini kemudian mendorong terjadinya pemanasan global (global warming).

Ketika suhu bumi meningkat, lapisan es mencair, permukaan air laut meningkat, dataran rendah dan pulau-pulau kecil hilang, keseimbangan ekosistem pun terganggu. Masa depan terlihat sangat mengerikan.

3. Prestasi

Indonesia penghasil sampah nomor 2 di dunia.
Sampah Indonesia mendunia.

Dalam tumpukan sampah itu juga ada prestasi luar biasa yang tidak bisa dibanggakan.

Data dari Ditjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK, tahun 2021 Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 68,5 juta ton. Pada tahun 2022 angka itu naik menjadi 70 juta ton.

Prestasi Indonesia di bidang sampah ini pun tak main-main. World Population Review menempatkan Indonesia sebagai juara 5 Negara Penghasil Sampah Plastik Terbanyak di Dunia dengan volume 9,13 juta ton.

Indonesia pun berada di peringkat 5 Negara Penyumbang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut, yaitu sebanyak 56.333 ton.

Dalam hal limbah makanan Indonesia bahkan lebih mengerikan. Economist Intelligent Unit (EIU) melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat 2 dunia penghasil limbah makanan.

Omong-omong, tahukah siapa penyumbang sampah terbesar di Indonesia? Bukan industri, bukan perkantoran, melainkan rumah tangga. Ya. Kita.

Indonesia peringkat 2 negara penghasil limbah makanan.
Salah satu penyumbang limbah makanan.

4. Uang

Akhirnya, ada sesuatu yang bikin tersenyum. Ya, dalam tumpukan sampah itu ada uang.

Bukan uang milik Gober Bebek yang disembunyikan di sana untuk mengelabui Gerombolan Si Berat.

Sampah itu sendirilah yang menjadi uang jika kita bisa melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah dengan benar dan konsisten.

Sampah anorganik seperti botol plastik, gelas plastik, dan kardus masih bisa dijual dan menjadi uang. Di tangan orang yang kreatif malah bisa menjadi produk yang estetik, fungsional, dan tentu saja bernilai ekonomi.

Sampah organik bisa diolah menjadi kompos dan eco enzyme. Bisa pula dijadikan untuk pakan ternak. Bahkan, bisa diolah menjadi biogas dan pembangkit listrik.

Zero Waste Cities

Sampah di Kota Bandung
Masih panjang jalan menuju Bandung Zero Waste City.

Yang harus bertindak mengatasi masalah sampah ini adalah kita yang berwujud manusia ini. Entah itu dalam posisi sebagai pemerintah atau rakyat biasa.

Balik lagi ke awal bahwa kita semua adalah penghasil sampah. Sudah seharusnya kita peduli pada “produk” yang kita hasilkan.

Selama ini sebenarnya sudah banyak yang bergerak untuk mengampanyekan zero waste.

Di tingkat global, misalnya, ada Global Alliance for Incinerator Alternative (GAIA) dan jaringannya di berbagai negara yang menggaungkan zero waste solution.

Praktiknya adalah menerapkan pemilahan sampah dari sumber dan melakukan pengomposan. Dua hal tersebut terbukti bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.

Indonesia juga punya kok orang-orang yang peduli lingkungan seperti ini.

Di Bandung, misalnya, ada Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) yang menjalankan program Zero Waste Cities (ZWC). Sebagai warga Bandung, saya harus bilang jalan ninja YPBB sungguh berat.

Foto di awal tulisan ini saya ambil di Pasar Gedebage, Bandung, awal Januari 2023. Sudah bertahun-tahun kondisinya seperti itu. Hampir semua jalan di bagian dalam pasar dipenuhi sampah.

Jika hujan deras dan banjir, sampah dari pasar ini akan berenang dengan riang gembira ke Jalan Soekarno Hatta.

Saya yakin, masalah yang sama juga ada di kota-kota lain. Mengatasinya bukan hanya urusan pemerintah, melainkan urusan semua manusia

Di Bandung YPBB telah melakukan edukasi dan pendampingan pada masyarakat di beberapa kelurahan di Kota Bandung terkait pengolahan sampah ini. Misalnya di Kelurahan Sekeloa, Kelurahan Neglasari, dan Kelurahan Sukamiskin.

Kerja YPBB akan sangat berat jika tidak ada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat.

Sampah Kita, Tanggung Jawab Kita

Pembuatan kompos
Kompos yang hampir jadi (kiri) dan yang baru mulai diproses.

Sebagai anggota masyarakat, apakah saya sudah menerapkan zero waste di rumah?

Jujur saja, belum sampai nol. Saya baru belajar meminimalkan sampah dengan melakukan ini:

1. Pengomposan sampah organik.

Untuk pengomposan ini saya pakai satu ember kompos (saya dapat sebagai goodie bag ketika mengikuti workshop pengelolaan sampah). Ketika ember ini penuh, saya menggunakan plastik bekas.

2. Memisahkan sampah plastik.

Tidak ada bank sampah di dekat rumah saya. Jadi, sampah plastik ini saya jual ke tukang rongsokan. Terserah mau dihargai berapa. Dia mau menerima limbah plastik itu saja saya sudah senang.

3. Kertas bekas untuk paket.

Menggunakan kertas bekas majalah untuk membungkus paket buat pelanggan toko online saya.

4. Makan secukupnya.

Ambil makanan secukupnya, yang pasti bisa dihabiskan. Kalau masih lapar, tinggal nambah. Yang penting jangan sampai ada makanan yang terbuang.

5. Karena butuh, bukan lapar mata.

Belanja karena memang membutuhkan barang itu, bukan karena lapar mata.

6. Minimalkan sampah.

Dalam praktiknya ini berarti membawa tas belanja, bawa botol minum dari rumah.


Penutup

Zero waste cities … mana bisa!

Ya, mana mungkin nol sampah kalau manusianya tidak mau berpartisipasi aktif dalam memilah dan mengolah sampah.

Yuk, kita sama-sama melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah dari rumah.


Daftar Bacaan

  • https://www.alodokter.com/dampak-sampah-plastik-bagi-lingkungan-dan-kesehatan-manusia
  • Waste to Emissions: How Reducing Waste is a Climate Gamechanger. GAIA, October 2022. https://drive.google.com/file/d/1gnR5P61KCJMh61D3pBrb2Xc-ldeDold4/view
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6253565/10-negara-penghasil-sampah-plastik-terbanyak-di-dunia-indonesia-nomor-berapa
  • https://goodstats.id/article/negara-paling-banyak-membuang-makanan-indonesia-peringkat-berapa-2Pg4S

Salam,

Triani Retno A

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.