Pentingnya Menulis Daftar Pustaka

Alasan mengapa harus membuat daftar pustaka

Beberapa bulan setelah wisuda, saya dapat cerita dari mantan teman kuliah. Ada teman sejurusan yang harus mengulang sidang skripsi gara-gara daftar pustakanya salah.

Cuma gara-gara daftar pustaka harus mengulang sidang skripsi? Apa pentingnya menulis daftar pustaka, sih?

Mata Kuliah Wajib

Mungkin cuma jurusan saya yang sampai seperti itu, harus mengulang sidang gara-gara daftar pustaka. 

Sebenarnya nggak aneh, sih, mengingat saya kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi alias Library and Information Science.

Banyak mata kuliah yang sangat teknis, misalnya Klasifikasi, Katalogisasi, Referensi dan Bibliografi, serta Abstrak dan Indeks. Kecuali Abstrak dan Indeks, mata kuliah yang lain harus diikuti selama dua semester. 

Kalau sudah ikut mata-mata kuliah itu (dan harus ikut karena merupakan mata kuliah wajib jurusan) tapi masih nggak bisa bikin daftar pustaka yang bener ya... memang keterlaluan.

Dalam pekerjaan saya sekarang sebagai editor lepas saya sering bertemu dengan daftar pustaka ini. Kebetulan saya lebih sering memegang naskah nonfiksi daripada naskah fiksi (novel). Ada yang daftar pustakanya sudah benar dan rapi, tetapi lebih banyak lagi yang asal-asalan. 


Contoh Daftar Pustaka yang Salah

Yang menulis daftar pustaka secara asal-asalan itu bukannya tidak berpendidikan, loh. Mereka berpendidikan tinggi. Ada yang S1, bahkan S2. Padahal, kan, ketika menulis skripsi dan tesis mereka harus menulis daftar pustaka.

Jangan menulis daftar pustaka seperti ini:

Google.com
Al-Quran
Buku Bisnis.

Yang bener aja atuh, Teeeh. Masa sih ada yang menulis daftar pustaka seperti itu? 

Sayangnya, memang benar-benar ada. Lebih disayangkan lagi, mereka bukannya orang yang tidak berpendidikan. Yang berpendidikan tinggi (S1 ke atas) pun ada yang asal-asalan menulis daftar pustaka seperti itu.

Memangnya salah ya menulis daftar pustaka seperti itu?

Saya jawab saklek saja, ya: SALAH. Yuk, kita bahas satu per satu.

1. google.com

Google.com adalah mesin pencari. Bukan google.com-nya yang dicantumkan dalam daftar pustaka, tapi situs (website) yang didapat dari hasil pencarian itu.

Misalnya, dari google.com kalian diantarkan ke artikel di blog saya ini. Katakanlah artikel tentang Mendapatkan Uang dengan Menulis di Internet, dengan URL https://www.trianiretno.com/2019/08/dapat-uang-dari-menulis-di-intenet.html. 

Artikel tersebut kalian gunakan sebagai referensi dalam menulis, bahkan ada yang kalian kutip. Apa yang dicantumkan di daftar pustaka?

Salah: google.com
Salah: www.trianiretno.com
Benar: https://www.trianiretno.com/2019/08/dapat-uang-dari-menulis-di-intenet.html

Lebih lanjut tentang tata cara penulisan daftar pustaka dari internet bisa dibaca di Cara Menulis Daftar Pustaka dari Internet.

Kalau hanya menulis google.com, kita tidak memberikan petunjuk kepada pembaca tentang situs yang menjadi referensi kita. 

Kalau hanya menulis www.trianiretno.com, kita memberikan sedikit petunjuk, tapi belum tepat. Ini  seperti seseorang dari Bengkalis mencari keluarganya yang telah lama hilang. Ia hanya mendapat petunjuk bahwa kerabatnya itu terlihat ada di Surabaya.

Orang Bengkalis itu kemudian pergi ke Surabaya. Setiba di Surabaya, waduh! Surabaya itu luas dan ramai. Mesti mencari ke mana? 

Begitu juga alamat situs. Dalam satu situs bisa ada ratusan, bahkan ribuan artikel. Lalu, artikel mana yang menjadi rujukan kita?

2. Al-Quran

Secara EYD, penulisan yang baku adalah Alquran. Namun, banyak penerbit menggunakan bahasa selingkung Al-Quran. Termasuk penerbit tempat saya biasa menyunting naskah. Oke, kita tidak sedang membahas gaya selingkung.

Kenapa tidak boleh mencantumkan Al-Quran sebagai daftar pustaka?

Bukan tidak boleh. Kalau memang menjadi rujukanmu, silakan cantumkan, Akan tetapi, cara mencantumkannya perlu diperbaiki.

Ada banyak yang menerbitkan Al-Quran. Ada yang dilengkai dengan terjemahan saja. Ada yang menggarisbawahi subjek tertentu. Misalnya Al-Quran sains, memberikan highlight pada ayat-ayat yang berkaitan dengan sains. 

Al-Quran yang digunakan sebagai rujukan itu terbitan mana? Diterbitkan pada tahun berapa? Penerbit itu berlokasi di kota mana? 

3. Buku Bisnis

Ada banyaaak sekali buku bisnis yang telah diterbitkan. Baik yang bertema bisnis, maupun yang memang berjudul Bisnis. 

Sama-sama berjudul Bisnis saja pokok bahasannya bisa berbeda. Pokok bahasannya sama? Kalau ditulis oleh orang yang berbeda pasti analisisnya, pembahasannya, gaya bahasanya, juga akan berbeda.

Nah, siapa penulis buku bisnis yang kalian gunakan sebagai referensi itu? Judul lengkapnya apa? kalau ada anak judul, cantumkan juga. Kemudian, buku bisnis itu diterbitkan oleh penerbit apa? Terbitnya tahun berapa?

Selengkapnya tentang penulisan daftar pustaka dari buku ini bisa dibaca di Cara Menulis Daftar Pustaka dari Buku yang Benar.

Manfaat Menulis Daftar Pustaka

Jadi, pentingkah menulis daftar pustaka? 

Ya, penting banget. Ini alasannya:
  • Memberikan informasi lengkap tentang literatur (buku, jurnal, majalah, situs, dsb) yang dijadikan rujukan.
  • Mempermudah pembaca yang ingin melakukan penelusuran ke sumber asal.
  • Penghargaan kepada penulis yang karyanya kita baca dan jadikan rujukan.
  • Menunjukkan kejujuran dan etika kita sebagai penulis.

Yuk, lebih peduli dengan penulisan daftar pustaka. 

Salam,

Triani Retno A
Penulis buku, Novelis, Editor Freelance

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.