“Dapat minyak goreng dua
liter. Yaaah… lumayanlah.”
Beberapa kali saya membaca
kalimat yang senada dengan itu di sosial media. Setiap kali pula hati saya teriris
sedih.
Mengapa kalau dapat banyak "alhamdulillah" tapi kalau dapat sedikit "lumayanlah" saja? Bukankah seharusnya dapat sedikit atau banyak, tetap bersyukur?
Mengapa kalau dapat banyak "alhamdulillah" tapi kalau dapat sedikit "lumayanlah" saja? Bukankah seharusnya dapat sedikit atau banyak, tetap bersyukur?
Mungkin perasaan sedih itu
muncul karena hidup saya pernah terjungkir balik. Mobil terjual, rumah pun tergadai.
Jangankan menebus rumah yang dijaminkan di bank, untuk makan saja harus putar otak tujuh keliling. Sering saya hanya bisa memasak tempe goreng plus sayur katuk yang dipetik dari halaman rumah.
Kadang-kadang saya bahkan terpaksa memetik kangkung yang tumbuh liar di tanah kosong dekat rumah demi menghemat.
Memang hanya Rp1.000-Rp2.000, tapi itu besar artinya. Puncak dari semua kepahitan itu adalah ketika rumah tangga saya berakhir di tahun ke-10.
Jangankan menebus rumah yang dijaminkan di bank, untuk makan saja harus putar otak tujuh keliling. Sering saya hanya bisa memasak tempe goreng plus sayur katuk yang dipetik dari halaman rumah.
Kadang-kadang saya bahkan terpaksa memetik kangkung yang tumbuh liar di tanah kosong dekat rumah demi menghemat.
Memang hanya Rp1.000-Rp2.000, tapi itu besar artinya. Puncak dari semua kepahitan itu adalah ketika rumah tangga saya berakhir di tahun ke-10.
Seperti cerita sinetron? Mungkin.
Tapi itulah yang saya alami beberapa tahun lalu. Saat itu rasanya saya terperangkap dalam pasir
isap, sementara langit perlahan runtuh.
Namun, di balik dengan
kesulitan itu, Tuhan memberikan kemudahan. Saya jadi tahu mana yang
benar-benar teman, mana yang hanya berteman di kala senang, mana yang malah
menikam dari belakang.
Tuhan memberi cobaan agar saya kuat dan mandiri, agar segera bangkit. Ada dua anak yang menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.
Tuhan memberi cobaan agar saya kuat dan mandiri, agar segera bangkit. Ada dua anak yang menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.
Tuhan mengingatkan saya agar
tidak menyia-nyiakan anugerah-Nya. Selama bertahun-tahun saya tak
bersungguh-sungguh menulis.
Sekarang, saya menulis dan menulis. Saya bagikan semangat hidup itu lewat tokoh-tokoh dalam novel-novel saya. Saya bagikan semangat menulis itu melalui buku, blog, dan sosial media.
Saya menjaga api semangat itu agar tak sampai padam. Api semangat itu harus menjalar ke mana-mana.
Sekarang, saya menulis dan menulis. Saya bagikan semangat hidup itu lewat tokoh-tokoh dalam novel-novel saya. Saya bagikan semangat menulis itu melalui buku, blog, dan sosial media.
Saya menjaga api semangat itu agar tak sampai padam. Api semangat itu harus menjalar ke mana-mana.
Kini, melihat anak-anak tumbuh
besar dan kebutuhan mereka terpenuhi, dada saya kerap terasa sesak. Teringat
masa-masa pahit kami dulu.
Pengalaman itu mengajarkan saya untuk selalu mensyukuri rezeki yang diberikan-Nya. Sedikit atau banyak, tetap alhamdulillah.
Pengalaman itu mengajarkan saya untuk selalu mensyukuri rezeki yang diberikan-Nya. Sedikit atau banyak, tetap alhamdulillah.
***
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu arena banyaknya spam. Terima kasih sudah berkunjung. Semoga mendapat manfaat dari tulisan di blog ini.