Pahlawan Masa Kini Itu Kita


pahlawan masa kini

Pahlawan Bangsa

“…engkau patriot pahlawan bangsa…. Tanpa tanda jasa…..”

Merasa familier dengan kalimat di atas? Ah, tentu saja. Kalimat yang saya miringkan di atas itu adalah bagian dari lagu Hymne Guru karya Sartono.

Berbicara tentang pahlawan masa kini, sosok guru tak bisa dilewatkan. 

Saya, kita, pasti menaruh harapan pada para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Berharap mereka bisa mendidik anak-anak kita di sekolah.



Dari Pelosok Berjuang Untuk Masa Depan

Tahun 2014 saya terlibat dalam Penjurian Lomba Cerpen KPCI. Ratusan naskah dari berbagai penjuru Indonesia dibawa masuk ke ruang penjurian. Sebagian naskah diketik rapi dengan komputer, sebagian ditulis tangan. 

Dan … hei! Ada beberapa naskah yang berupa print-an dari foto dan sebagian berwarna kelabu tua!

Lalu meluncurlah cerita dari ketua panitia tentang naskah-naskah itu. Naskah-naskah tersebut adalah karya murid-murid SD nun di pelosok Kepulauan Riau.

Sesuai persyaratan, mereka menuliskan cerita mereka di lembar-lembar kertas. Guru mereka dari Indonesia Mengajar terus memberi semangat dan bimbingan.

Selesailah anak-anak  itu menulis dengan tulisan tangan terbaik mereka. Lalu  muncul masalah. Bagaimana mengirimkan naskah-naskah tersebut ke Jakarta? Deadline sudah di depan mata. 

Kirim lewat pos? Ah, petugas pos hanya seminggu sekali datang ke desa mereka yang terpencil. Naskah-naskah itu pasti akan terlambat jika menunggu petugas pos datang.

Tak mau mengecewakan anak-anak didiknya, sang guru menghubungi panitia. Menjelaskan situasi yang mereka hadapi sekaligus meminta keringanan agar bisa mengirimkan naskah dengan cara lain.

Dengan ponsel, sang guru memotret lembar demi lembar cerita bertulisan tangan karya anak-anak didiknya. Foto-foto itu dikirimkannya melalui MMS karena tidak ada internet di sana. 

Itu pun harus susah payah mencari sinyal. Panitialah yang kemudian menge-print naskah-naskah itu.

Guru
Pahlawan masa kini adalah mereka yang mencerdaskan bangsa.

Pahlawan masa kini adalah guru yang memotivasi murid-murid, mendorong mereka agar bersemangat berkarya dan berani berkompetisi, menumbuhkan semangat pantang menyerah, menanamkan budi pekerti yang luhur, dan membantu mereka menemukan potensi diri.


Pahlawan yang Berjuang dengan Kata-Kata

Meski tak ada lagu yang diciptakan untuk mereka, julukan sebagai “pahlawan” pun ditujukan pada mereka yang bergelut dengan kata-kata tertulis. 

Pahlawan literasi. Menghasilkan karya yang mencerdaskan, membuka wawasan, memberi hiburan yang sehat, menumbuhkan empati, menularkan kecintaan pada membaca dan menulis. 

Ah, bukan karena saya penulis lalu menyebut para penulis sebagai pahlawan literasi. Aduuuh, saya tidak senarsis itu. Istilah itu saya temukan dalam komentar-komentar di media sosial

Ceritanya, ada teman yang menulis keluhan bahwa honor tulisannya di sebuah media cetak belum juga ditransfer padahal sudah berbulan-bulan berlalu. 

Menanggapi status seperti itu, ada yang mengomentari, “Penulis itu pahlawan literasi. Mencerdaskan bangsa dengan tulisan. Menulis ya menulis sajalah. Nggak usah mengeluh kalau honor belum dibayar. Nggak usah cengeng minta honor.”

pahlawan literasi
Pahlawan masa kini adalah mereka yang mengasuh dan memotivasi anak-anak bangsa.


Saya tercenung. Sedihnya. Padahal, menulis itu butuh modal. Siapa bilang menulis tidak butuh modal?

Kok kesannya pahlawan itu bisa diabaikan, bisa diperlakukan sesuka hati dengan dalih pengabdian, melakukan hal yang mulia. Jangan mengeluh jika tak dibayar. Pasrah saja jika hak-hak ditahan oleh pihak lain.

Lalu saya teringat guru, sang pahlawan tanpa tanda jasa yang kadang-kadang juga tanpa gaji memadai. 

Begitu juga penulis. Untuk honor seratus-dua ratus ribu saja harus menunggu berbulan-bulan.

Seperti itukah kita memperlakukan pahlawan kita? Kalau ya, sedih sekali nasib penulis di negeri ini.


Pahlawan yang Bertahan Mencari Rezeki Halal

Istilah yang satu ini pasti sudah tidak asing: pahlawan devisa. Istilah ini ditujukan pada Tenaga Kerja Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri lalu mengirimkan gaji mereka kepada keluarga di Indonesia.

Itu jika bekerja di luar negeri. Bagaimana jika bekerja di dalam negeri? Meski bukan pahlawan devisa, mereka tetap pahlawan. Pahlawan bagi keluarga mereka.

Beda keluarga beda cerita. Ada yang terlihat begitu mudah mengisi pundi-pundi rupiahnya. Ada yang sudah banting tulang siang malam tapi dapatnya tak seberapa.

Bertahan mencari rezeki halal di tengah kehidupan yang sulit bukanlah hal mudah. Tak jarang terdengar keluhan, “Nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal.”

Para pahlawan keluarga ini ada di mana-mana. Pekerjaan mereka beragam, lahan kerja mereka berbeda-beda. Dokter, perawat, pedagang, petugas pemadam kebakaran, petugas kebersihan, juru rias, terapis, satpam, dan sebagainya. 

Selama mereka melakukan pekerjaan yang halal secara halal, tidak menipu, tidak mengambil yang bukan hak mereka, maka mereka adalah pahlawan bagi keluarga mereka.
  

Pahlawan Itu Adalah Kita

Pahlawan masa kini tidak lagi berjuang dengan memanggul senjata. Tidak lagi bergerilya di hutan-hutan untuk melawan penjajah. 

Pahlawan masa kini adalah kita yang tulus bekerja untuk mencerdaskan bangsa, yang bergerak ke arah kebaikan bersama.

Pahlawan masa kini adalah kita yang tekun belajar dan berkarya, yang membawa nama baik bangsa, yang gigih menorehkan prestasi untuk negara.

Siapa pahlawan masa kini
Pahlawan masa kini adalah kita yang tulus mengabdi.(Gambar karya Saffanah L.A)

Pahlawan masa kini adalah kita yang bekerja sebaik mungkin. Tidak korupsi, tidak merampas hak orang lain, tidak bermalas-malasan, tidak memakan gaji buta.

Pahlawan masa kini adalah kita yang memberikan hal terbaik untuk keluarga. Rezeki yang halal, pengasuhan yang penuh kasih sayang, dan teladan yang baik. 

Makanan halal dari rezeki halal yang masuk ke tubuh anak-anak dan mengalir dalam darah mereka akan membentengi dari perilaku tidak terpuji.

Pahlawan masa kini adalah kita yang memotivasi dan memberi teladan kebaikan, yang berkarya dengan jujur.

Pahlawan masa kini adalah kita.

Salam, 

Triani Retno A
Penulis Buku, Novelis, Editor Lepas

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.