Kesempatan Kerja bagi Disabilitas dan OYPMK

Kesempatan kerja bagi disabilitas


Saya mengenal gadis itu sekitar lima tahun yang lalu. Sebut saja namanya Euis. Setiap pagi ia menjajakan kue dari rumah ke rumah. Pada bulan Ramadhan dagangannya berubah menjadi beraneka kue kering untuk Lebaran. 

Euis bukan gadis biasa. Ia penyandang disabilitas ganda. Kedua tangannya tak sempurna dan selalu bergetar tak terkendali. 

Kakinya pun tak sempurna. Tak terlihat, memang, karena selalu tertutup rok panjang. Namun, langkahnya yang terseok-seok setiap kali berjalan sudah jelas menceritakan bagaimana kondisi kakinya. Masih ditambah lagi dengan lisannya yang tidak dapat berbicara dengan jelas. 

Awal mengenalnya saya sama sekali tak paham ia bicara apa. Namun, karena cukup sering berbicara dengannya, lama-lama saya paham juga. 

Suatu pagi saya bertanya, ia terakhir bersekolah apa. Dengan susah payah ia menjawab, “SMA umum. SMA biasa.” Terdengar kebanggaan dalam nada suaranya ketika menjawab. Ya, ia bersekolah di SMA biasa, bukan di SLB.

Selain Euis, beberapa penyandang disabilitas yang saya kenal pun memiliki karakter sejenis. Mereka kuat menjaga harga diri dan ingin mandiri.

Salah satunya Ogest. Penyakit autoimun GBS telah membuat Ogest yang gagah dan energik berubah menjadi penyandang disabilitas berat. Sekadar memiringkan tubuh pun ia tak bisa lagi.

Dengan segala keterbatasan fisiknya kini (yang bisa digerakkan hanya leher ke atas dan sebelah tangan), Ogest masih menyanyi, mencipta lagu, dan menyebar positive vibes. Ogest pun aktif melakukan sosialisasi GBS kepada masyarakat.


Rehabilitasi Sosial

Disabilitas siap kerja
Diskusi Ruang Publik KBR via Youtube.

Hari Kamis tanggal 30 Juni 2022 kemarin saya menyimak acara Diskusi Ruang Publik KBR yang ditayangkan live di Youtube.

Tema kali ini adalah Rehabilitasi Sosial yang Terintegrasi untuk OYPMK dan Disabilitas Siap Bekerja.

Dalam acara yang dipandu oleh Ines Nirmala itu, hadir dua orang narasumber. Yang pertama adalah Sumiatun, S.Sos., M.Si dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos.

Narasumber kedua adalah Tety Sianipar, Direktur  Program Kerjabilitas. Sebagai informasi, Kerjabilitas adalah jaringan sosial karier yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan penyedia kerja inklusi di Indonesia.

Kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dan orang yang pernah menderita kusta (OYPMK) menjadi bahasan menarik.

Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Undang-undang ini melindungi kaum disabilitas dari segala bentuk ketidakadilan, kekerasan, dan diskriminasi. Undang-undang ini juga menjamin hak-hak para penyandang disabilitas, termasuk hak untuk mendapatkan pekerjaan.

Kemensos RI sendiri memiliki program ATENSI (Asistensi Rehabilitasi Sosial) untuk mendukung pemenuhan kebutuhan hidup layak bagi anak, lansia, penyandang disabilitas, tuna sosial, korban perdagangan orang, serta korban narkoba.

Namun, pada kenyataannya para penyandang disabilitas dan OYPMK masih kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Banyak perusahaan menganggap mereka tidak mempunyai kapabilitas untuk bekerja. Perusahaan pun khawatir mereka akan merugi jika mempekerjakan para penyandang disabilitas.

Sementara itu, kelompok OYPMK pun masih harus menghadapi stigma negatif tentang penyakit kusta yang pernah mereka derita.

Meskipun mereka telah tuntas menjalani pengobatan dan sembuh, masih banyak yang beranggapan mereka akan menularkan penyakit kusta. OYPMK harus menerima tatapan curiga dari masyarakat. Dianggap sebagai pembawa penyakit dan harus dijauhi.

Masih melekat kuatnya stigma negatif seperti itu jelas mempersempit kesempatan kerja bagi oypmk.

Baca Juga: 


Kesempatan Kerja

Selama ini kebanyakan penyandang disabilitas bekerja di sektor nonformal. Seperti teman saya, Euis dan Ogest, yang saya ceritakan di awal tulisan ini.

Kerjabilitas membantu disabilitas bekerja di sektor formal
Kerjabilitas membantu penyandang disabilitas untuk bekerja formal.

“Tidak ada yang salah dengan bekerja di sektor nonformal,” ujar Tety Sianipar. “Banyak teman disabilitas yang memilih jalur pekerjaan nonformal karena hanya itu yang tersedia. Dari asas keadilan, itu jelas tidak berperikeadilan.”

Para penyandang disabilitas itu bukannya tidak berpendidikan. Sebagian di antara mereka bahkan berijazah S1. Namun, keterbatasan fisik membuat mereka tidak bisa bekerja di sektor formal.

Dari situlah Tety Sianipar dan rekan-rekannya membuat Kerjabilitas. Tujuannya membantu penyandang disabilitas yang memiliki keahlian dan keterampilan untuk bekerja di sektor formal.

Meskipun demikian, belum banyak perusahaan yang mau menerima karyawan dengan disabilitas fisik. Kebanyakan perusahaan masih meragukan kemampuan disabilitas untuk bekerja. 

Ini beneran bisa kerja nggak, sih? Jangan-jangan nanti malah merepotkan dan menjadi beban perusahaan. 

Kerjabilitas melakukan sosialiasi dan pemahaman kepada perusahaan mengenai disabilitas ini. Dari apa itu disabilitas, hingga bagaimana berinteraksi secara etis dengan disabilitas.

Perusahaan bukan sekadar menerima karyawan yang disabilitas, tetapi juga memperlakukan mereka secara etis dan berkeadilan.

Di sisi lain, Kerjabilitas juga terus melakukan pelatihan untuk meningkatkan soft skills para penyandang disabilitas agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.


Mengubah Stigma Negatif

Untuk membantu penyandang disabilitas dan OYPMK keluar dari stigma negatif tersebut, Kemensos RI memberikan bimbingan serta pelatihan-pelatihan keterampilan dan kewirausahaan.

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas
Narasumber dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos.


“Tidak semua disabilitas bisa bekerja di sektor formal. Kami mem-back up dari sektor informalnya, yaitu kewirausahaan,” tutur Sumiatun. “Dengan begitu mereka bisa bekerja dengan potensi diri mereka sendiri.”

Kemensos juga bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) Kemenaker untuk mengembangkan potensi dan keterampilan para penyandang disabilitas. 

Berbagai pelatihan diberikan di sana, sesuai dengan minat para penyandang disabilitas. 

Selain bimbingan yang bersifat hard skill tersebut, para penyandang disabilitas juga mendapat bimbingan yang bersifat soft skill. Di antaranya terapi, bimbingan mental spiritual, motivasi, serta diagnosis psikososial.

“Penyandang disabilitas ini memerlukan hard skill dan soft skill untuk memasuki dunia kerja,” ujar Sumiatun. “Rehabilitasi sosial dilakukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan disabilitas yang mengalami disfungsi sosial agar bisa melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.”


Penutup

Bekerja dan mendapat penghidupan yang layak merupakan hak semua orang.

Penyandang disabilitas dan OYPMK pun berhak untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan pendidikan yang mereka miliki.

Yang dibutuhkan adalah dukungan dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat agar penyandang disabilitas ini siap masuk ke dunia kerja.


Salam, 

Triani Retno A

www.trianiretno.com

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.