Menyusuri Jalan Cibadak Bandung


Jalan Cibadak


Tahun 1990-an, Jalan Cibadak yang terletak tak jauh dari Alun-Alun Bandung ini terkenal dengan satu nama: CIMOL.

Bukan cimol yang adiknya cireng dan sepupunya cilok. Cimol yang ini adalah akronim dari Cibadak Mol (Cibadak Mall). 

Jangan bayangkan mal megah yang nyaman ber-AC. Jauh sekali dari gambaran itu. Cibadak Mol di tahun 1990-an itu adalah tempat pada pedagang pakaian bekas impor berjualan.  

Ratusan pedagang pakaian bekas impor memadati Jalan Cibadak Bandung kala itu. Tak hanya di emperan toko, tetapi juga sampai ke badan jalan.

Menyusuri Jalan Cibadak dari ujung ke ujung ketika itu seperti masuk ke belantara pakaian bekas saja. Toko-toko yang berada di kedua sisi jalan pun seolah hilang di dalam belantara itu.  

Bagaimana dengan Jalan Cibadak sekarang? 

Yuk kita susuri Jalan Cibadak ini. Lain  hari kita main ke tempat-tempat unik dan edukatif di Bandung: Kampung Wisata Quran di kawasan Kiara Condong dan Wisata Buku.



Jalan Cibadak Bandung Sekarang

Meski sudah kembali menetap di Bandung pada tahun 2008, saya belum juga berkesempatan menyusuri Jalan Cibadak. 

Kalau bawa anak… euh, nggak bisa santai dan leluasa blusukan sampai ke gang-gang. Mau jalan sendiri… susah juga nyari waktunya.

Kesempatan itu baru datang hari Rabu tanggal 27 April 2016. Putri sulung saya mengikuti acara workshop Kader Kesehatan Remaja (KKR) di Hotel D’Best Bandung. Hotel ini berada satu kawasan dengan Jalan Cibadak.

Pukul delapan pagi workshop yang diikuti putri saya dimulai. Jadi, mulai pulalah acara jalan-jalan saya.

Dari Hotel D’Best di Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) No. 460, saya berjalan kaki melawan arus lalu lintas. 

Yup. Jalan Otista ini satu arah. Berjalan kaki adalah pilihan bijak untuk melihat Bandung dari dekat, sekaligus mengisi waktu. Lagi pula, pagi itu trotoarnya cukup kondusif buat berjalan kaki. Trotoar adalah Hak Pejalan Kaki, kan?

Sekitar setengah jam berjalan dengan kecepatan seperti siput dan berkali-kali berhenti untuk memotret atau mengamati sesuatu, saya tiba di perempatan jalan. Lurus berarti melanjutkan menyusuri Jalan Otista, teruuus… sampai ke Pasar Baru.

Belok kanan berarti ke Jalan Dalem Kaum. Kalau mau, bisa terus berjalan ke Alun-Alun Bandung dan Masjid Raya Bandung. 

Kalau betis belum berkonde, bisa sekalian terus ke Jalan Asia Afrika dan memuaskan mata memandangi bangunan-bangunan tua di sana. Ah, bisa ke Museum Asia Afrika juga.
 
Namun, di perempatan itu saya memilih belok ke kiri, ke Jalan Cibadak. Pemandangannya sungguh berbeda dibandingkan dengan Jalan Cibadak di zaman kejayaan Cimol. 

Jalan Cibadak Bandung
Seruas Jalan Cibadak Bandung.

Setelah Cimol direlokasi ke Gedebage, ruas jalan dan toko-toko di kedua sisi Jalan Cibadak terlihat lebih jelas. Pedagang di emperan toko masih ada, tapi tak sampai menutupi toko. 

Berjalan di emperan depan toko pun terasa lebih nyaman karena tak terhalang tumpukan baju dan orang-orang yang berbelanja.



Dari Souvenir Sampai Karung Beras

Kalau mau cari souvenir nikah yang murmer, Jalan Cibadak bisa dijadikan tujuan. Dari bros, sisir, cermin mungil, pembuka botol, gantungan kunci, sampai wadah-wadah mungil yang dibungkus anyaman tersedia di sana. 

Begitu juga kalau hendak mempersiapkan pesta ulang tahun anak. Dari topi ultah sampai beragam hiasan bling-bling untuk pesta ada di sana. Bisa sekalian nyari buat isi goodie bag juga. 

Di antara toko-toko yang menjual beraneka kertas, plastik, souvenir pernikahan, perlengkapan untuk seserahan, kotak-kotak cantik untuk kado, dan perlengkapan pesta ulang tahun, ada juga toko-toko yang menjual cemal-cemil untuk mengisi goodie bag.

Butuh tote bag untuk promosi, syukuran, atau untuk keperluan sehari-hari? Datanglah ke Jalan Cibadak ini. Beragam bentuk, warna, dan ukuran tote bag pun tersedia di sana. Dari yang berbahan spunbond, polyester, belacu, kanvas, hingga goni.

Kita juga bisa sekaligus memesan tote bag yang disablon. Kebanyakan mensyaratkan order minimal 50 pieces untuk tote bag yang disablon sesuai keinginan kita. 

Harga bersainglah, karena ada banyak toko yang menawarkan barang sejenis di kawasan ini. 

Kalau rela berjalan kaki untuk mencari penawaran terbaik, mari terus menyusuri jalan ini dan keluar masuk toko untuk bertanya.

Oh, ya, hati-hati kalau mau memotret. Beberapa toko memasang tulisan "No Photo" yang maksudnya dilarang memotret. 

Di beberapa titik emperan toko Jalan Cibadak ini, masih ada pedagang jaket kulit serta jas dan dasi seken. Hm… jadi teringat Jalan Cibadak tahun 1990-an.

Terus menyusuri Jalan Cibadak sampai melewati pertigaan Jalan Pejagalan, berderet-deret lapak yang memajang karung beras dan karung goni. 

Catet, nih. Kali aja suatu saat butuh karung-karung seperti ini buat handycraft atau kemasan produk.

Penjual karung goni di Bandung
Butuh karung beras atau karung goni? Di Jalan Cibadak Bandung banyak yang jual, nih.



Wisata Kuliner

Saya tak punya tujuan akan makan di mana. Ke mana kaki melangkah sajalah.

Langkah kaki saya di pagi menjelang siang itu berhenti di gerobak lontong kari Doclank di mulut Gang Sutur.

Cukup Rp 8.000,- untuk seporsi lontong kari. Biasanya lontong kari berisi potongan daging dan tetelan sapi, daging ayam, atau telur rebus. Kali ini saya menikmati lontong kari berisi daging ayam suwir dan kikil.

lontong kari di Jalan Cibadak
Lontong kari Gg. Sutur, Jalan Cibadak Bandung.

Usai makan, kaki kembali menyusuri Jalan Cibadak. Tak jauh dari Gang Sutur itu, saya berhenti di sebuah “jalan”. 

Sengaja pakai tanda petik karena meski berupa jalan tetapi ternyata bukan jalan umum.

Yang membuat saya terpesona adalah tembok di sisi jalan itu. Bukan tembok polos. Bukan pula tembok bergrafiti biasa. Tembok yang ini instagramable banget.

Sudirman Street Bandung
Sudirman Street, Jalan Cibadak Bandung.

Rupanya ini Sudirman Street. Satu ujung tempat ini berada di Jalan Cibadak, sedangkan ujung yang satu lagi di Jalan Sudirman.

Masih sepi ketika saya datang. Semua resto dan gerai makanan dan minuman di sana tutup. Hanya ada beberapa tukang yang sedang mengecat, memaku, dan entah apa lagi. 

Kata si Akang yang sedang mengecat, Sudirman Street ini buka sore hingga tengah malam. Wew! Pantas saja seperti kota mati.

Meski tempat ini instagramable, saya tidak menyarankan teman-teman Muslim untuk berwisata kuliner di sini. 

Begitu banyak resto dan gerai yang menyajikan makanan berbahan baku babi, dari burger babi, ramen babi, sate babi, sampai babi panggang. 

Memang ada menu yang tanpa babi. Namun, lebih baik berhati-hati saja kalau suatu waktu diajak bertemu klien atau teman di sini. 

Dalam Islam, kehalalan makanan bukan hanya dari bahannya tapi juga dari peralatan yang digunakan.

Jadi, wiskul di mana? 

Kalem saja. Cibadak ini berada di pusat kota Bandung. Banyak tempat makan yang enak dan halal di sekitar sini. 

Saya sendiri siang itu akhirnya makan di warung nasi Si Jeletot, beberapa meter di seberang Hotel D'Best, sambil numpang ngecas hape. 

Mencicipi sedikit sambalnya, saya langung maklum kenapa nama nama warung ini Si Jeletot. Pedesnyaaa. Jeletot pisan!



Angkutan Umum

Ada banyak angkutan umum yang lewat di dekat Jalan Cibadak ini. Kalau naik bus Damri jurusan Cibiru-Kebon Kelapa (yang menuju Kebon Kelapa), atau Transmetro Bandung yang ke arah Leuwipanjang (Dago – Leuwipanjang, Ledeng – Leuwipanjang, Cicaheum – Leuwipanjang), bilang saja pada kondektur akan turun di Jalan Cibadak. 

Dari Kebon Kelapa? Kalau kamu penganut aliran jalan sehat, berjalan kaki saja lewat Jalan Pasir Koja, lalu belok kanan dan menyeberang. Jalan Cibadak nggak jauh dari situ, kok.

Oya, kalau kamu tak tahan asap rokok atau asap kendaraan, lebih baik siapkan masker. Masker hidung dong, bukan masker bengkoang.

Selamat jalan-jalan di Bandung, ya. Keep Bandung clean and beautiful


Salam,

Triani Retno

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.