Waspadai Kekerasan di Media Sosial

 

media sosial

“Pada tahun 2019, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat 300%.”

Data dari Komnas Perempuan itu disampaikan dalam Webinar Anti Kekerasan Berbasis Gender.

Saya menarik napas panjang. Persentase peningkatan yang luar biasa. Saya khawatir tahun ini kasusnya melonjak tajam mengingat pandemi korona membuat aktivitas kita di tahun 2020 ini lebih banyak di dunia online.

 

Kasus-kasus Kekerasan

Banyaknya kasus kekerasan berbasis gender di masyarakat kita tentu saja memprihatinkan.

Lebih memprihatinkan lagi, kita kadang tak peduli pada korbannya. Bahkan ikut-ikutan membuatnya semakin terpojok.

Ketidakpedulian itu bisa jadi berangkat dari ketidaktahuan kita tentang kekerasan berbasis gender.

Kekerasan berbasis gender adalah tindakan kekerasan yang didasarkan pada asumsi gender tertentu. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa menjadi korban kekerasan. Namun, perempuan lebih sering menjadi korban. Begitu juga dengan anak-anak. 

Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menyebutkan bahwa kekerasan ini ada lima jenis. Kekerasan fisik, psikis dan emosional, ekonomi, penelantaran, dan kekerasan seksual.

kekerasan berbasis gender
Lima jenis kekerasan yang kerap terjadi pada perempuan.
 

Kekerasan Berbasis Gender Online

Selama menyimak materi webinar yang juga diunggah di Youtube ini, pikiran saya melayang pada berbagai kasus kekerasan di media sosial. Terutama kekerasan psikis emosional dan kekerasan seksual (chatting mesum, mengirim foto dan video porno).

Termasuk dalam kekerasan psikis dan emosional ini adalah penyerangan secara verbal. Cerita-cerita yang dimuat di Komik Perempuanmu misalnya, merupakan kisah nyata para perempuan yang mengalami kekerasan, terutama psikis emosional.

aktivitas online
Kekerasan berbasis gender di dunia maya pun kerap terjadi.


Media sosial membuat banyak orang merasa aman berkomentar apa saja. Lebih-lebih media sosial memungkinkan kita menjadi anonim. Enteng saja kita menghina fisik orang lain dan melontarkan makian. Padahal, orang yang kita bully bisa menangis, merasa tak berharga, depresi, bahkan bunuh diri.

Di sisi lain, anak-anak kita pun bisa menjadi korban kekerasan di dunia online.

Gisella Tani Pratiwi dari Yayasan Pulih menyebutkan bahwa anak rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender. Menurut psikolog anak ini, salah satunya karena pola pikir anak yang sederhana.

Media massa juga kerap memberitakan anak-anak dan remaja yang hilang setelah bertemu teman yang dikenalnya dari media sosial. Ada yang diculik untuk dimintai tebusan, diperkosa, bahkan dijual.

Kekerasan berbasis gender
Kekerasan berbasis gender harus dilawan.

Diskusi dan Keterbukaan

Pandemi korona membuat anak-anak kita harus belajar secara online. Artinya, mereka lebih sering terhubung di dunia maya.

Tak jarang anak-anak kita mengunggah tugas sekolah mereka di media online. Biasanya berupa video pendek.

Menarik menyimak pendapat Indra Brasco tentang anak dan media sosial ini. Sejak dini ia membuka keran diskusi dengan anak-anaknya. Termasuk tentang cyberbullying dan efek yang ditimbulkannya.

Indra Brasco dan istrinya tidak membebaskan anak-anak mereka menggunakan media sosial. Untuk anak di bawah umur, akun media sosial dipegang oleh orangtua.


Aksi Nyata

Sekarang zaman online. Melarang anak-anak untuk beraktivitas online pun tak mungkin lagi. Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Kebersamaan keluarga
Kebersamaan dalam keluarga di era digital.

1. Bonding.

Perkuat bonding dengan anak. Manfaatkan masa pandemi untuk lebih dekat dan lebih memahami anak-anak.

2. Komunikasi dua arah.

Mengobrol dalam suasana yang menyenangkan. Diskusi dua arah. Bukan membanjiri dengan nasihat dan larangan yang bisa-bisa malah membuat anak menjaga jarak.

3. Online bersama.

Cobalah sesekali melakukan aktivitas online bersama anak. Misalnya main game atau menonton video di Youtube.

 

Peluk anak-anak kita. Iringi dengan doa agar mereka terhindar dari perilaku kekerasan berbasis gender.


Salam.

Triani Retno A

17 komentar

  1. Di era digital, kita memang gak bisa menghindari yang namanya sosial media dan internet. Yang bisa kita lakukan adalah mengawasi anak dan mengajarkan sisi negatif dan positif internet. Terutama sisi buruk dan dampaknya. Makanya saya wanti-wanti sekali anak saya yang besar. Dia juga minta dibikinin akun IG, belum saya kasih, karena belum waktunya. Dia juga belum ngerti untuk apa IG itu kan...

    Jadi hal paling mendasar adalah selalu mengawasi serta membekalinya dengan ilmu agama dan juga pengetahuan seputar dunia teknologi dan digital (sosmed dan lainnya).

    Saya rasa cukup sekian dan terima gajih!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gajih = lemak. Mau terima transfer lemak, Mas? Aku kirim nih biar aku autolangsing lagi :D

      Sekarang siap-siap aja membekali anak-anak biar ketika punya medsos nanti udah siap dan tahu mesti gimana.

      Hapus
  2. Dalam dunia yang serba online ini memang harus memperkuat perlindungan untuk anak-anak. Sekarang ini karena hampir semua anak memakai HP, jadi harus sering dipantau, terutama aktivitas di dunia sosial.

    BalasHapus
  3. Kebersamaan keluarga kuncinya ya supaya anak-anak terhindar dari kekerasan ya. Benernya emang sih sama, laki maupun perempuan bisa jadi korban. Walaupun perempuan lebih rentan. Btw...putrinya cantik banget Mbak. Semoga dilindungi dari hal-hal negatif di luar rumah ya...

    BalasHapus
  4. Online bersama atau kita ikutin ngawasin anak kita nonton apa aja di online ya Mba, biar nggak salah nonton juga.

    BalasHapus
  5. Miris lihat korban kekerasan online. Kebanyakan dari mereka malah justru makin dibully, bukan dilindungi.
    Kita sebagai orangtua memang harus banget ya teh melakukan pendampingan. Komunikasi 2 arah penting, karena anak zaman sekarang tuh suka pengen tahu alasan di balik sesuatu, ga kayak orang zaman dulu yang dididik secara otoriter.

    BalasHapus
  6. sampai sekarang anak saya belum saya kenalkan media sosial karena takut huhuhu, tapi mereka tau tiktok tapi saya larang buka kalau gak sama saya :D

    BalasHapus
  7. Bonding sama anak ini penting banget ya, karena bagaimanapun orangtua memang sangat berpengaruh banget sebagai sandaran dan penyemangat

    BalasHapus
  8. Eh, aku kira sex abuse itu cuma dalam tindakan langsung. Ternyata chat mesum juga termasuk ya. Wah, ilmu baru nih mbak.

    Terima kasih sharingnya ^^

    BalasHapus
  9. Anak-anak jaman sekarang memang anak-anak era digital. Rasanya tidak mungkin juga menghindarkan mereka dari barang tersebut. Solusinya ya kita sebagai orang tua sebisa mungkin mendampingi atau memantau. Serta kasih pengertian ke anak mana-mana saja yang boleh dilihat. Trus kasih tahu juga apa yang harus dilakukan saat ada orang yang iseng.

    BalasHapus
  10. Setuju banget sih mbak buat perkuat bonding sama anak.. biar anak makin terasa Deket sama org tua. Enak buat cerita. Mau nglakuin hal aneh di medsos selama pandemi juga mikir krna ada org tua yang Mgkin biaa dikecewakan.

    BalasHapus
  11. Mendampingi anak dan memberikan pengertian bisa jadi solusi agar mereka bisa lebih mawas diri dan terhindar dari kekerasan online

    BalasHapus
  12. Hal ini memang salah satu kekhawatiran saya terhadap anak saat menggunakan gadget untuk online, tapi gimana lagi internet sudah menjadi kebutuhan saat ini. Emang betul sih diskusi dan keterbukaan salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua untuk melindungi anak-anak

    BalasHapus
  13. wuah ngeri juga ya mbak.. huhu. Setuju banget sama tips tipsnyaaa.. Pandemi emg ngebuat kegiatan online makin banyak yaa.. huhu

    BalasHapus
  14. kekerasan di media sosial emang ngeri banget ya mba
    makanya selama anak blm cukup ukur sy g ngebolehin merka punya medsos
    dan memang harus tetap didamoingi saat online bersama ya mbak

    BalasHapus
  15. Memang mengerikan, Mbak Eno. Kekerasan di dunia nyata tak kunjung berkurang, malah kekerasan verbal online meningkat. Aku sering lihat body shaming atau pelecehan terhadap perempuan. Membangun bonding dan komunikasi yang baik betul akan membuat anak dekat dengan orangtua sehingga tak segan kalau ada tindak kekerasan yang mereka jumpai atau rasakan. Bagus webinarnya, mencerahkan!

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.