Cerpen di Koran menjadi Buku

Membuat buku dari kumpulan cerpen

Jauh sebelum menulis novel (apalagi blog), saya sudah menulis cerpen. Seringnya dimuat di majalah remaja, baru kemudian majalah anak-anak, koran, dan majalah wanita.

Semua media menyenangkan dengan tantangannya masing-masing. Begitu juga dengan cerpen koran.

Bagi saya yang biasa menulis cerita remaja, menulis cerpen untuk koran berarti harus mengubah gaya tulis saya menjadi lebih serius, lebih baku, lebih padat.

Dari yang awalnya “susah euy”, jadi mulai terbiasa. Sekarang karena lebih sering menulis blog dengan bahasa yang santai, jadi kaku lagi untuk menulis cerpen koran.

Practice makes perfect, nasihat dari benua seberang. Walaupun yaaa sebenernya masih jauh dari kata perfect sih.

Membukukan Cerpen

Tahun 2012 saya mengumpulkan cerpen-cerpen saya yang pernah dimuat di koran Tribun Jabar, majalah Sekar, dan majalah Kartika.

Cerpen-cerpen itu saya rapikan dalam satu file menjadi sebuah naskah kumcer, lalu saya kirimkan ke Penerbit Andi, Yogyakarta.

Memangnya boleh ya membukukan karya yang pernah dimuat di media massa?

Boleh, tentu saja. Jika medianya masih ada, berkabar saja dulu pada redaksinya. Sepengalaman saya sih, selalu boleh. Mereka bahkan senang, terlebih jika kita mencantumkan "pernah dimuat di...".

Yang tidak boleh itu mencomot karya orang lain lalu memublikasikannya untuk kepentingan sendiri, atau mengganti nama penulisnya menjadi nama kita.

Baca Juga: Buat Karyamu Sendiri, Jangan Memplagiat

Setelah menunggu sekian waktu, terbitlah buku kumcer Braga Siang Itu. Buku ini berisi cerpen-cerpen saya yang pernah dimuat di media cetak dan beberapa cerpen yang baru alias belum pernah dipublikasikan di mana-mana.

Braga Siang Itu

Buku kumpulan cerpen Braga Siang itu
Kumcer Braga Siang Itu.

"Braga Siang Itu" adalah salah satu cerpen dalam buku ini, yang sekaligus menjadi judul buku. Cerpen ini berkisah tentang aktivis 98 yang setelah menjabat malah menjadi koruptor.

Ada 15 cerpen dalam buku kumpulan cerpen ini, yaitu:

  1. Bunda, Ibu yang Tak Pernah Ada
  2. Braga Siang Itu
  3. Sanseviera
  4. Saat Malin Bertanya
  5. Sarapan
  6. Undangan
  7. Suara
  8. Ceu Kokom
  9. Bunda Tak Tersenyum
  10. Surat untuk Presiden
  11. Merajut Hari
  12. Hati yang Tak Kunjung Damai
  13. Gunting
  14. Gigi
  15. Hujan

Karena buku Braga Siang Itu masih terikat kontrak dengan penerbit, tentu saja isi lengkapnya tidak bisa dipublikasikan di sini. Namun, buku ini masih bisa dibeli di toko online. Bisa juga langsung ke saya, malah spesial dapat tanda tangan.

Baca Juga: Teknik Membuka Cerita

Kumcer sebagai Buku Solo

Buku-buku karya Triani Retno A.
Buku-buku kumcer saya di Penerbit Andi, Mizan, dan Elex Media Komputindo.

Bagi penulis yang rajin menulis di berbagai media, buku kumpulan cerpen (fiksi) dan kumpulan artikel (nonfiksi) menjadi jalan untuk memiliki buku solo.

Begitu juga bagi penulis yang napas menulisnya kurang panjang. Bagi penulis seperti itu, menulis 150-200 halaman untuk sebuah buku yang berkesinambungan dari halaman pertama hingga terakhir pasti membuat sesak napas.

Namun, bukan berarti “si napas pendek” ini tak bisa memiliki buku solo.

Dari 50-an buku saya yang sudah terbit di berbagai penerbit (Gramedia, Elex, Mizan, Andi, dll), tak semuanya berupa novel. Yang berbentuk kumcer ada tiga.

Selain Braga Siang Itu ada dua kumcer remaja, yaitu Please Don’t Go (Penerbit Cinta, Mizan, 2006) dan Siapa Mau Jadi Pacarku (Penerbit Sheila/Andi, 2013).

Ada juga Kayla Twitter Kemping (Elex Media Komputindo, 2013), berisi slices of life tokoh utamanya yang bernama Kayla, anak SMA yang suka main Twitter.

Demikianlah celotehan pengarang novel yang terlalu asik dengan blogpost 500-1.000 kata lalu sekarang “sesak napas” ketika harus menulis novel 150 halaman (sekitar 40 ribu -50 ribu kata).

Btw, Teman-teman sendiri kalau menulis lebih suka menulis apa?

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.