Unfriend Teman Facebook, Yes or No?


Unfriend Teman Facebook

Daftar pertemanan (friendlist) di Facebook hanya dibatasi sampai jumlah 5.000 teman. Jika banyak yang ingin berteman tapi kuota sudah penuh, alternatifnya ada tiga. 

  1. Membuat akun kedua, 
  2. Membuka pengaturan untuk pengikut (follower), atau
  3. Unfriend teman di friendlist.

Sepengetahuan saya, membuat akun kedua tidak dianjurkan oleh Facebook.  Saya sendiri sempat punya akun kedua. Tapi akun itu sudah lama saya nonaktifkan. 

Sekarang saya memilih mengizinkan orang menjadi follower, plus sweeping isi friendlist.



Maaf, Saya Unfriend

Bersih-bersih friendlist Facebook butuh waktu dan kuota tersendiri karena mesti dilakukan satu per satu. 

Bosen? Capek? Banget! Tapi saya melakukan hal yang membosankan dan bikin capek itu. 

Hasilnya menakjubkan. Akun saya yang semula full dengan 5.000 teman, secara bertahap meramping menjadi 3.900-an teman saja. Jangan tanya deh berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk itu.

Unfriend-unfriend ini mengundang reaksi. Yang nggak di-unfriend pun berkomentar macam-macam. 

Sok ngetop banget! Songong! Sok seleb!
Hobi yaaa memutuskan silaturahmi! 
Hei, unfriend itu sama aja nutup jalan rezeki. Bisa jadi dia klien potensial, kan? 
Eh, unfriend-unfriend. Gimana kalo lu mati dalam keadaan memutuskan silaturahmi?

Huuuft…. #istigfardulu.


Siapa yang Kena Unfriend?

Yang biasanya cepat saya unfriend adalah akun-akun yang doyan banget menyebarkan kebencian. 

Saya nggak ngomong masalah politik ya. Kebencian itu bisa menyangkut apa aja. Nggak melulu soal politik.

Lalu, akun seperti apa lagi yang saya unfriend? 

Well, saya biasanya mendatangi akun-akun “asing” yang ada di friendlist saya. Kalau cuma jarang atau tidak pernah say hi, nggak apa-apa, sih. Yang langsung saya unfriend adalah akun-akun bermasalah seperti ini.
·          
Kenapa unfriend teman Facebook
Unfriend aja, deh.


  • Posting (status, foto, komentar) terakhir sudah lebih 2 tahun yang lalu. Saya bahkan menemukan ratusan akun yang terakhir apdet status atau foto, atau membalas komentar temannya pada tahun 2010.

  • Dinding FB-nya penuh dengan tag dagangan dari teman-temannya tanpa ada tanda-tanda kehadiran pemilik akun.

  • Dinding FB-nya penuh dengan ucapan selamat ulang tahun dari tahun ke tahun tanpa balasan atau sekadar jempol dari si pemilik akun.

  • Ada konten pornografi atau sadisme di dinding FB-nya. Termasuk foto profil dan foto sampul yang vulgar.

  • FB-nya masih aktif tapi dindingnya penuh dengan status caci maki.

  • Nama akun tak bisa saya terima dengan akal sehat. Entah kapan akun-akun yang dulu bernama normal itu berubah menjadi katakanlah Ahli Neraka, Pendekar Lembah Neraka, Bayang-Bayang Kelabu, Malaikat Pencabut Nyawa, Kecebong Hanyut, dan sebagainya.

Saya juga mempertimbangkan serius untuk menghapus akun-akun FB yang isi dindingnya hanya share dari akunnya di Instagram, Twitter, atau Path. Lebih-lebih kalau saya tidak kenal secara personal. 

Ya sudahlah. Kita berteman di Instagram atau Twitter saja kalau begitu.


Unfriend = Memutus Silaturahmi?

Tergantung, sih. Sekarang coba kita lihat dari sisi yang berbeda. Untuk apa kita mempertahankan akun-akun yang pemiliknya sendiri sudah entah ke mana? 

Bukan karena meninggal lho, ya. Saya malah mempertahankan akun teman-teman yang sudah meninggal dan memasukkan mereka ke folder tersendiri. Jumlahnya jauuuuh lebih sedikit daripada jumlah akun bermasalah.

Jika tidak menghapus ratusan akun pasif itu, friendlist kita memang terlihat keren. Lima ribu! Bisa “dijual” sebagai data ke agency ketika mengisi formulir untuk menjadi influencer.  

Di sisi lain, kasihan agency dong, membayar influencer yang ternyata hanya berteman dengan akun-akun tak berpenghuni. Mampir juga ke tulisan saya Media Sosial, Main-Main Jadi Duit ya.

Teman Facebook, pertahankan atau lupakan?
Unfriend apa enggak, nih?

Mempertahankan akun-akun penyebar kebencian, pencinta debat kusir, penggemar pornografi atau sadisme, atau senang sekali menghina agama, rasanya pun tak perlu bagi saya.

Saya berpatokan saja pada hadis Rasulullah bahwa siapa diri kita dilihat dari siapa teman-teman kita.


Jadi, Yes or No?

Bagi saya sih Yes, setelah melalui “penyelidikan”. Tempat yang kosong bisa diisi oleh teman-teman (baru) lain yang insya Allah lebih positif. 

Kalau kamu gimana? Yes or No?



Triani Retno A
www.trianiretno.com
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance

1 komentar

  1. Untuk apa mempertahankan pertemanan dengan akun FB yang pemiliknya pun udah entah ke mana.

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.