Ayam Bakar Mas Mono, Berbisnis dan Beramal


Ayam Bakar Mas Mono

Kamis 14 Juli 2016 lalu, saya dan anak-anak ke Jatinangor untuk membeli Lapis Sumedang. 

Udah kepengin beli bolu lapis ini sejak sebelum Lebaran. Tapi langsung mager begitu lihat berita tentang macetnya jalan raya Jatinangor dan sekitarnya oleh para pemudik. Seenak apa lapis ini, bisa dibaca di Lapis Sumedang, Metamorfosis Ubi Cilembu.

Kalau si bungsu mah pengin jalan-jalan aja. Dia pengin ngerasain mudik. Sayangnya kami nggak punya tempat yang bisa dijadikan tujuan mudik. 
Nah, kalau ke Jatinangor kan udah lintas kota. Dari Kodya Bandung, masuk ke Kabupaten Bandung, baru deh masuk ke Jatinangor di Kabupaten Sumedang. :D

Tapi, setelah sampai di Jatinangor, mereka malah lapar. Serasa perjalanan ke luar kota banget, kali, ya. 

Untungnya, Jatinangor ini kawasan kampus. Berderet-deret kampus perguruan tinggi di sini. IPDN, Ikopin, Unwim, ITB, dan Unpad. Karena itu, banyak pilihan tempat makan dengan harga terjangkau di sini.


Ayam Bakar Mas Mono

Meski banyak pilihan, nggak mudah memilih tempat makan kalau membawa dua bocah ini. Yang satu penginnya apaaa, yang satu lagi apa. Tapi akhirnya mereka sepakat untuk makan ayam bakar

Kami masuk, deh, ke  Ayam Bakar Mas Mono. Sepi. Mungkin karena para mahasiswa sedang libur. Di tempat parkir sih terlihat dua mobil dengan gundukan barang di atapnya, khas pemudik. 

Karena namanya “Ayam Bakar Mas Mono”, pasti dong ayam bakar yang menjadi menu andalannya.
Rumah Makan Ayam Bakar Mas Mono
Rumah Makan Ayam Bakar Mas Mono, didominasi warna hijau.


Saya langsung memesan paket ayam bakar Mas Mono. Si bungsu semula memilih ayam kremes tapi ternyata sedang kosong. 

Nasi goreng kencur yang diinginkan si Kakak juga belum tersedia (statusnya masih coming soon). Jadi, mereka pun ikut memilih ayam bakar Mas Mono.

Huehehe… baru kali ini pesanan kami sama semua. Biasanya kan beda-beda supaya bisa paicip-icip. Itu namanya wiskul paket hemat :D

Tips wiskul paket hemat: Kalau bersama teman atau keluarga, pesan makanan yang berbeda-beda. Jadi, bisa saling mencicipi. Cara ini tidak hanya hemat tetapi juga bisa membantu kita untuk tidak makan berlebihan atau malah sebaliknya, tidak menghabiskan makanan.

Sambil menunggu hidangan tersaji, saya dan si bungsu shalat Zuhur dulu. Pengalaman saya sih, kalau pesan ayam bakar tersajinya cukup lama.

Untuk ukuran bangunan yang digunakan oleh rumah makan Ayam Bakar Mas Mono ini, musalanya cukup lapang. Sayang, letak sajadah gulungnya yang seperti karpet tidak pas mengarah ke kiblat. Kalau nggak lihat tanda panah penanda kiblat di langit-langit, bisa salah arah deh.

Ketika mengambil mukena, ada yang menarik perhatian saya. Di whiteboard tertempel dua lembar kertas. 

Yang satu surat edaran dari pemilik rumah makan cabang Jatinangor ini. Isinya imbauan para pegawai untuk senantiasa melaksanakan shalat fardhu dan shalat dhuha. Satu lembar lagi adalah daftar presensi shalat dhuha.

Mushala di rumah makan
Mushala. Ada pegawai Mas Mono yang sedang tadarus.


Hm … milik siapa, sih, rumah makan ini sebenarnya? Tidak berlebihan dong kalau saya bertanya begini. 

Teringat pengalaman ketika buka puasa bareng dua minggu sebelumnya di sebuah rumah makan di Bandung. Di sana para pegawainya bahkan tidak sempat melaksanakan shalat Magrib.



Nikmatnya Ayam Bakar

Ternyata, makanan yang kami pesan datang tanpa pakai lama. Ketika saya dan si bungsu kembali ke meja nomor 05, makanan dan minuman pesanan kami sudah terhidang. Siap untuk difoto eh … disantap :D

Porsi makanannya kecil. Ya nasi, ayam, maupun lalapnya. Mungkin karena itu dijual murmer, Rp 17.000 untuk paket berisi nasi, ayam bakar, raw food alias lalap, dan sambal bajak.

Untuk saya, sih, malah pas. Saya kalau makan memang sedikit. Makanya tiap kali ngumpul sama teman-teman lama atau dengan sesama ibu-ibu, mereka sering ribut nyuruh saya makan. 

Hahaha… punteeen. Saya penganut ajaran “makan secukupnya dan berhenti sebelum kekenyangan”. 

Untuk si Kakak yang pengin makan-enak-tanpa-takut-gendut porsi ayam bakar Mas Mono ini juga pas. Buat si bungsu? Ukuran pas buat dia adalah kalau bisa menghabiskan satu porsi sendiri.

menu Ayam Bakar Mas Mono
Paket ayam bakar Mas .Mono


Ukurannya memang mungil tapi rasa ayam bakarnya bisa diacungi jempol. Saya suka ayam bakar Mas Mono yang empuk, bumbunya meresap, dan tidak banyak gosong-gosongnya. Bukan baru sekali saya makan ayam bakar yang bagi saya terasa terlalu garing, keras, dan terlalu banyak gosongnya.

Seleratif subjektif sih ya. Ada orang yang suka daging ayam bakar yang garing. Tapi saya mah lebih suka yang empuk dan nggak garing.

Duh, kalau yang banyak gosong-gosongnya sih … saya udah sering bikin di rumah. Haha…. cemplungin bahan yang mau dimasak, lalu ditinggal nulis, ngedit, atau jualan buku. Dijamin akan gosong dengan sukses. 

Oya, selain sambal bajak, kalau mau nyicipin sambal-sambal lainnya, bisa mesen sambal petir, sambal ijo, sambal seblak, dan sambal tobat. 

Dari namanya, sambal petir dan sambal tobat kok sepertinya mengerikan bagi yang nggak suka pedas :D


Nyaman dan Ramah

Rumah makan Ayam Bakar Mas Mono di Jatinangor ini cukup nyaman. Para pegawainya pun melayani dengan cukup ramah. 

Sayangnya, hanya ada satu-dua spot menarik untuk foto-foto. Mungkin belum ada, ya. Gerai di Jatinangor ini baru berusia empat bulan. Berarti dibuka sekitar Maret 2016. Masih seumur jagung.

Spot yang sedikit itu pun posisinya kurang oke. Ada yang terlalu dekat dengan kotak meteran listrik, ada yang terhalang oleh meja berisi kardus-kardus makanan.

Ayam Bakar Mas Mono Jatinangor
Beginilah, nggak ada spot buat foto-foto.

Menurut saya sih, spot yang photoable ini penting. Siapa sih yang nggak suka foto-foto di tempat kece atau unik, lalu mengunggahnya di media sosial? Secara tidak langsung jadi sarana untuk promosi juga, kan.


Labanya untuk Pondok Tahfidz

Ketika akan membayar, selembar kertas yang tertempel di tiang dekat kasir membuat saya memicingkan mata.


Berbisnis dan beramal
Berbisnis dan beramal.


Hei, 40 persen disalurkan ke Pondok Tahfidz? Saya jadi teringat pada surat edaran yang saya baca di musala. 

Dari Kang Gaga, pegawai rumah makan, saya dapat informasi bahwa Ayam Bakar Mas Mono ini merupakan waralaba. Pusatnya di Jakarta. Gerai Mas Mono ada 29, tersebar di berbagai kota di Indonesia, bahkan sampai ke Malaysia.

Menurut Kang Gaga yang sempat saya lihat sedang tadarus di musala, pemilik Mas Mono memang mengalokasikan 10% keuntungannya untuk donasi. Namun, Pak Darwanto dan Bu Herni yang memiliki gerai di Jatinangor ini merelakan 40% keuntungan mereka untuk didonasikan ke Pondok Tahfidz Quran Generasi Rabbani Qurani (GRQ) Cileunyi. FYI, Cileunyi ini hanya sepelemparan batu dari Jatinangor.

Masya Allah. Ternyata Mas Mono berbisnis dan beramal sekaligus. Semoga selalu lancar jaya dan barokah.

Menu Ayam Bakar Mas Mono
Daftar menu. Ada paket gratis untuk berbuka bagi yang melaksanakan puasa sunnah.


Angkutan Umum

Rumah Makan Ayam Bakar Mas Mono ini terletak di Jalan Raya Bandung – Sumedang Nomor 101. Tak jauh dari kampus Unpad dan pertigaan Sayang (iya, bener, Sayang. Namanya Desa Sayang). 

Kalau pakai kendaraan pribadi dari arah Bandung, mesti muter dulu lewat depan kampus Unpad karena jalan di depan rumah makan ini satu arah. Kalau dari arah Sumedang mah tinggal lurus aja.

Angkutan umumnya?

  1. Angkot Cileunyi – Tanjungsari yang berwarna cokelat. Kalau dari arah Bandung, turun di perempatan Unpad – Masjid Al Jabbar. Nyebrang, lalu jalan kaki sekitar seratus meter. Bagi saya mah jalan kaki di sini nostalgia masa kuliah. Hehe.... Oya, kalau dari arah Tanjungsari, turun dari angkot pas di depan rumah makan ini.

  2. Angkot Gedebage – Majalaya. Angkot dari arah Gedebage (Bandung) ini melewati gerbang lama Unpad, lalu kembali ke Jalan Raya Bandung – Sumedang, untuk kemudian berbelok ke Desa Sayang dan terus ke Majalaya. Kalau naik angkot ini, bisa turun persis di depan Ayam Bakar Mas Mono.

  3. Bus Damri tujuan Jatinangor dan Tanjungsari juga melewati jalan ini. Cuma memang mesti jalan kaki dikit karena jalannya yang satu arah.


Selesai makan lalu pengin beli Lapis Sumedang? Yuuuk. Letaknya nggak jauh, kok. Tapi kalau jalan kaki, ya, lumayan bikin berkeringat. :D 

Mau naik angkot? Bisa. Naik angkot cokelat yang ke arah Cileunyi, ya. Bayar Rp 2.000 saja untuk sampai di outlet pusat yang terletak di seberang Giggle Box (dekat IPDN) ini. 

Mumpung lagi di Bandung bagian timur, gimana kalau sekalian mlipir ke tempat ini?


Selamat jalan-jalan, ya.


Salam, 

Triani Retno A

www.trianiretno.com
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.