Seberapa penting
penghargaan bagi saya?
Penting. Sangat penting. Mungkin sudah menjadi sebuah
kebutuhan yang harus dipenuhi seperti yang diungkapkan oleh Abraham Maslow
berpuluh tahun yang lalu.
Dalam piramida Maslow itu, penghargaan tinggal selangkah lagi menuju puncak pemenuhan kebutuhan manusia: aktualisasi diri.
Dalam piramida Maslow itu, penghargaan tinggal selangkah lagi menuju puncak pemenuhan kebutuhan manusia: aktualisasi diri.
Kamu Bisa Apa Kalau Sendiri?
Entah ada apa dengan saya.
Sejak di bangku SMP saya sangat sering duduk di bangku cadangan. Lomba cerdas
cermat P4 … di bangku cadangan. Lomba minat baca … di bangku cadangan. Lomba
cerdas cermat koperasi … juga di bangku cadangan.
Sepertinya bangku cadangan itu sudah terikat kontrak seumur hidup dengan saya.
Sepertinya bangku cadangan itu sudah terikat kontrak seumur hidup dengan saya.
Suatu ketika, saya dan
beberapa teman terlibat dalam sebuah penelitian ilmiah. Penelitian ini nantinya
harus dipresentasikan di depan dewan juri.
Pada tahap-tahap awal tak
ada masalah. Kami terus lolos ke tahap yang lebih tinggi. Pada saat itulah lagu
lama terulang lagi. Saya kembali ditempatkan di bangku cadangan. Ah, sudah
biasa.
Saya baru merasa terusik
ketika seorang pengajar berkata, “Enak jadi cadangan dalam tim. Tidak ikut bertanding
tapi bisa ikut ke mana-mana. Ikut jadi juara dan dapat hadiah juga. Kalau
sendiri, tidak sama tim, bisa apa?”
Deg! Rasanya kok meremehkan
sekali. Apalagi diucapkan di depan banyak orang.
Hei! Saat lomba saya memang hanya di bangku cadangan. Tapi sebelum lomba itu dimulai, saya terlibat penuh dalam proses panjangnya!
Hei! Saat lomba saya memang hanya di bangku cadangan. Tapi sebelum lomba itu dimulai, saya terlibat penuh dalam proses panjangnya!
Proses panjang itu
diabaikan. Saya dianggap cuma mendompleng. Dianggap tak bisa apa-apa kalau
tidak bersama anggota tim yang hebat-hebat. Baiklah. Akan saya buktikan.
Pembuktian dan Penghargaan
Perasaan terluka karena
diabaikan menimbulkan reaksi beragam pada diri saya. Kali itu yang muncul adalah
tekad untuk membuktikan bahwa saya memang pantas−sekali lagi, pantas−mendapatkan
penghargaan itu.
Saya bukan pendompleng yang hanya mau bersenang-senang menikmati kemenangan di atas usaha keras orang lain.
Saya bukan pendompleng yang hanya mau bersenang-senang menikmati kemenangan di atas usaha keras orang lain.
Saya … hm, sepertinya saya
lebih cocok jalan sendiri. Solo karier. Single
fighter.
Saya “menyerbu” redaksi
majalah Kawanku dan majalah remaja lainnya dengan seabrek karya saya. Lomba menulis artikel dan karya
ilmiah perseorangan pun saya ikuti.
Hasilnya? Satu per satu
cerpen saya bermunculan di majalah nasional. Artikel di koran lokal.
Lomba-lomba menulis artikel dan karya ilmiah pun mengganjar saya dengan
predikat juara.
Look! Pertanyaan meremehkan “Kamu bisa apa kalau sendiri?” sudah saya bayar lunas. “Saya BISA kalau sendiri.”
Saya yakin, pada dasarnya
semua orang ingin dihargai. Tak ada orang yang suka disepelekan, tidak
dihargai, diremehkan, dianggap “bisa apa sih lo?”.
Saya beruntung. Ketika diremehkan
dulu itu saya malah tertantang untuk membuktikan bahwa saya layak mendapat
penghargaan. Mungkin waktu itu saya pas mendapat hidayah, ya. Perjalanan dan pencapaian saya dalam menulis sampai hari ini bisa dibaca di Rekam Jejak di Dunia Menulis.
Coba, gimana kalau
sebaliknya yang terjadi? Gimana kalau ketika itu saya malah drop, hopeless, merasa tak berarti, merasa tuduhan itu benar adanya,
merasa diri saya memang pendompleng, memang pecundang?
Pentingnya Sebuah Penghargaan
Banyak bentuk penghargaan.
Bisa berupa dukungan, bisa pula berupa benda. Penghargaan yang berupa dukungan …
misalnya kalau buku baru saya terbit, teman-teman akan rela membeli bahkan
memborongnya. Bukan malah minta gratisan. Hehe….
Penghargaan yang berbentuk
benda? Hm … sekarang ada banyak pilihan. Dulu-dulu, penghargaan yang bendawi ini bisanya
berbentuk piala, plakat, atau piagam.
Sering juga berupa tea set, payung cantik, hijab trendi, panci serbaguna, atau tiket berlibur. Sekarang tak sedikit yang memberikan hadiah voucher belanja sebagai bentuk penghargaan.
Sering juga berupa tea set, payung cantik, hijab trendi, panci serbaguna, atau tiket berlibur. Sekarang tak sedikit yang memberikan hadiah voucher belanja sebagai bentuk penghargaan.
Keuntungan hadiah berupa
voucher belanja ini adalah penerimanya bisa bebas menggunakan voucher belanja sesuai dengan
kebutuhannya.
Jadi, nggak perlu ada kejadian menghadiahkan benda yang ternyata tidak dibutuhkan atau tidak disukai oleh si penerima.
Jadi, nggak perlu ada kejadian menghadiahkan benda yang ternyata tidak dibutuhkan atau tidak disukai oleh si penerima.
Penghargaan atas sebuah
pencapaian memang dapat berupa benda. Namun, sesungguhnya
esensinya jauh lebih tinggi daripada itu, bahkan tak ternilai dengan materi.
Penghargaan itu merupakan pengakuan. Penghargaan itu menjadi motivasi untuk berbuat dan berkarya lebih baik lagi.
Yuk kita dukung
orang-orang di sekitar kita untuk menghasilkan karya terbaik. Mendukung dan
memotivasi secara positif jauh lebih baik daripada meremehkan dan menjatuhkan
semangat.
Salam,
Triani Retno A
Penulis, Editor, Blogger
Salam,
Triani Retno A
Penulis, Editor, Blogger
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.