Kemarin lini masa Facebook saya
mendadak ramai dengan ikan tongkol. Berhubung malamnya saya baru bergadang hingga
sinar mata tinggal 5 watt dan otak agak korsleting, yang terbayang malah ikan tongkol
balado.
Sore harinya barulah saya
tahu kejadiannya. Tepatnya setelah teman-teman di dua grup alumni membagikan sumbernya.
Sebuah rekaman video yang menampilkan Pak Presiden berdialog dengan seorang siswa
SD.
Rupanya yang dihebohkan adalah saat si bocah salah ucap ikan tongkol menjadi sebuah kata yang merujuk pada alat kelamin laki-laki. Tidak ada yang memperhatikan nasib si “ikan paus”.
Belajar dari Lingkungan
Sebagai orangtua berjiwa
muda, saya prihatin dengan salah ucap tersebut. Saya yakin, si bocah tidak
sengaja mengucapkan kata tersebut. Di depan Presiden, pula.
Kita sendiri mungkin
pernah salah mengucapkan kelapa menjadi kepala, keledai menjadi kedelai, murah
menjadi rumah, ribu menjadi biru, teflon menjadi revlon (haha…ini status temen
saya yang bengong waktu disarankan memasak pakai revlon), dan semacamnya.
Menjadi masalah ketika
tongkol diucapkan menjadi ****ol. Kenapa bisa begitu?
Kemungkinan besar, penyebabnya
adalah lingkungan. Anak-anak belajar dari lingkungan, termasuk dalam belajar
berbahasa. Lingkungan terdekat tentu saja keluarga.
Kalau sudah punya anak,
coba perhatikan atau ingat-ingat anak sendiri. Di rumah kita biasakan dia
menggunakan bahasa yang baik, bahasa yang santun. Silakan mampir ke artikel Berliterasi Sejak dari Rumah.
Ketika dia mulai bergaul dengan lingkungan di luar keluarga inti, pernahkah dia pulang dan membawa kata-kata yang menurut kita kasar atau jorok?
Ketika dia mulai bergaul dengan lingkungan di luar keluarga inti, pernahkah dia pulang dan membawa kata-kata yang menurut kita kasar atau jorok?
Lebih parah lagi kalau
yang biasa mengucapkan kata-kata kasar dan jorok itu adalah lingkungan terdekat
dan diucapkan berulang. Akan semakin mudahlah melekat dalam benak anak.
Coba pula perhatikan
lingkungan kita. Bukan baru satu kali saya melihat ibu-ibu latah.
Pernah, nih, di sebuah pasar tradisional. Ada seorang ibu yang terkejut entah karena apa, lalu latahnya keluar. Dengan nyaring dia mengucapkan kata-kata yang jorok dan kasar.
Pernah, nih, di sebuah pasar tradisional. Ada seorang ibu yang terkejut entah karena apa, lalu latahnya keluar. Dengan nyaring dia mengucapkan kata-kata yang jorok dan kasar.
Dan yeah, ada banyak anak
kecil juga di sana. Entah apa yang dipikirkan anak-anak itu ketika melihat
orang-orang dewasa (terutama laki-laki) di sekitarnya terbahak-bahak. Sesuatu yang lucu, wajar, menggembirakan, dan menyenangkan jika diucapkan? Duh!
Saya pernah baca di sebuah
artikel, sebaiknya biasakan mengucapkan kata-kata yang baik.
Jika suatu ketika kita kaget dan sebuah kata terlontar spontan dari mulut, diharapkan yang keluar adalah kata-kata baik itu. Ketika dikagetkan oleh teman, lebih indah jika spontan terucap “Astaghfirullaaah…” atau “Ya Allah…” kan?
Jika suatu ketika kita kaget dan sebuah kata terlontar spontan dari mulut, diharapkan yang keluar adalah kata-kata baik itu. Ketika dikagetkan oleh teman, lebih indah jika spontan terucap “Astaghfirullaaah…” atau “Ya Allah…” kan?
Komunikasi dengan Anak
Saya pernah ngobrol dengan
anak sulung saya, “Kak, Mami heran deh. Kalau lagi pergi sama Adek trus Mami
ngajak Adek ngobrol, kok orang-orang heran ya. Misalnya mau beli kue. Kan Mami nanya
nih, Dek mau kue apa? Eh, penjualnya menatap heran. Lihat Mami ngobrol sama
Adek aja mereka terheran-heran, apalagi kalau lihat Mami bicara sama kucing,
ya?”
Hahaha….iya, saya sering bicara
pada kucing saya dan kucing-kucing yang saya temui di jalan. Believe it or not, kucing juga seneng
lho mendengar kita bicara pada mereka.
Oke, balik ke ikan tongkol
sebelum ikannya digondol kucing saya. :D
Minimnya pengetahuan anak tentang
nama-nama ikan bisa jadi karena jarang makan ikan atau sering makan ikan tetapi
tidak diperkenalkan pada nama-namanya.
Padahal simpel, kok. “Dek,
kita makan pakai pakai gulai ikan patin, yuk” atau “Mami lagi masak ikan tongkol
balado nih.” Sebut nama si ikan. Jadi, bukan sekadar bilang “makan ikan yuk” atau “lagi masak ikan”.
Kelihatannya… apa sih?
Gitu doang. Tapi itu bermanfaat menambah kosakata dan memperluas wawasan si
bocah, lho.
Omong-omong, temen-temen
yang jago bikin lagu, ayo dong bikin lagu tentang nama-nama ikan ini. Dulu kan
ada lagu anak-anak tentang rasa.
“Siapa
tahu apa rasa gula?
Manis…
manis … manis… itu rasanya.
Siapa
tahu apa rasa cabai?
Pedas
… pedas… pedas… aku tak suka….”
Kalau yang ini namanya ikan mas. :) |
Lalu, Apa Salah Ikan Paus?
Ketika perhatian terfokus
pada si ikan tongkol, adakah yang memperhatikan ikan paus dalam dialog
tersebut?
Perhatian pertama saya
justru tertuju pada ikan paus itu (yang diucapkan beberapa kali dalam video
tersebut).
Paus bukanlah ikan. Paus adalah salah satu binatang mamalia yang hidup di laut. Ia bernapas dengan paru-paru (bukan dengan insang seperti pada ikan), berkembang biak dengan cara melahirkan, menyusui anaknya, dan memiliki ciri-ciri mamalia lainnya.
Paus bukanlah ikan. Paus adalah salah satu binatang mamalia yang hidup di laut. Ia bernapas dengan paru-paru (bukan dengan insang seperti pada ikan), berkembang biak dengan cara melahirkan, menyusui anaknya, dan memiliki ciri-ciri mamalia lainnya.
Saya juga sering menemukan
“ikan paus” ini dalam buku-buku bacaan, terutama buku cerita untuk anak-anak. Kalau
saya temukan dalam bentuk naskah, saya edit menjadi paus.
Pernah ada penulis yang
nggak terima “ikan paus” saya edit menjadi “paus”. Kalau sudah begitu biasanya
saya kasih rujukan ke KBBI dan artikel-artikel tepercaya tentang paus, atau
kalau perlu tentang perbedaan ikan dan
mamalia laut.
Koreksi Diri, Bukan Bully
Video ikan tongkol dan
ikan paus itu sudah dibagikan oleh banyak orang. FYI, KPAI sudah melakukan koordinasi dengan Kemeninfo untuk menghentikan peredaran video tersebut (gimana
caranya ya? #emakkudet) dan mengusut penyebar pertamanya. Video tersebut
dinilai oleh KPAI sebagai bentuk bullying pada anak.
Daripada ikut-ikutan
mem-bully, lebih baik kita koreksi diri sendiri dulu.
Jangan-jangan kita sering
mengucapkan kata-kata kasar dan jorok dalam keseharian sehingga ditiru oleh anak.
Jangan-jangan kita tidak
memperhatikan anak kita mempunyai masalah (terbolak-balik) dalam mengucapkan kata-kata yang mempunyai
kemiripan.
Jangan-jangan kita pun
masih menganggap paus itu ikan.
wqer234234
BalasHapus