3 Kegiatan Family Time Seru


Family Time Seru dan Berkualitas

Kerja di Rumah

"Enak banget ya, Mbak, kerja di rumah gitu. Bisa family time seru sama anak-anak terus.”

Saya cukup sering menerima komentar sejenis itu. Ya, kebanyakan teman saya adalah orang kantoran. Pergi pagi, malam hari tiba lagi di rumah.
Saya bukan orang kebanyakan, dalam arti bukan orang kantoran. Sejak melahirkan anak pertama, saya menjadi perempuan rumahan. Working home mother. Ibu yang bekerja dari rumah. 

Menulis, mengedit, dan berjualan buku saya lakukan dari rumah. Dulu, mengajar di kelas menulis pun dari rumah. Yang penting koneksi internet lancar jaya.

Hanya sesekali saya pergi berburu buku untuk lapak online saya, talkshow, gathering, atau semacam itu. Selebihnya saya kerjakan dari rumah saja. 

“Enak, ya, bisa sama anak-anak terus….” 

Ahaha… kenyataannya sih nggak selalu begitu.



Begini yang Terjadi di Rumah

Salah satu tantangan bekerja dari rumah adalah dalam hal kedisiplinan. Anak-anak tahu, kalau saya sedang serius di ruang kerja, berarti sedang tidak bisa diganggu. 

Lebih-lebih kalau ada kamus-kamus terbuka, atau ada buku-buku menumpuk di meja saya. Lebih parah lagi, kadang-kadang saya sampai tertidur di atas laptop.

Bekerja dari rumah
Saya juga sering sampai tertidur di meja kerja begini, nih.

Meski begitu, si bungsu sering masuk ke ruang kerja saya dan tiba-tiba memeluk saya. “Mami harus diiiiii-lock!” begitu katanya.

Tak jarang saya merasa bersalah juga karena tak bisa sering-sering bersantai dengan mereka meski hampir setiap hari berada di rumah. 

Mau bagaimana lagi? Saya, kan, tidak punya Doraemon yang bisa mengeluarkan apa saja dari kantong ajaibnya. 

Kalau ada Doraemon, tanpa saya harus banting tulang bekerja pun semua kebutuhan bisa terpenuhi. Tinggal berteriak memelas seperti Nobita, "Doraemooon, tolong akuuu!"

Anak-anak mengerti, sih. Tapi tetap saja rasa bersalah itu ada. Rasa bersalah itu makin menjadi-jadi ketika mereka libur tetapi saya harus bekerja, atau sebaliknya. 

Ketika saya libur (sebenarnya sih bukan libur, tapi sedang jobless :D), mereka justru sibuk dengan aktivitas di sekolah. Terutama si sulung yang sudah ABG dan punya banyak kegiatan.



Family Time

Meski begitu, family time yang seru dan berkualitas harus tetap ada, dong. Begini ini yang sering saya lakukan.

1. Jalan-jalan.

Dengan catatan, kalau situasi dan kondisi memungkinkan. Tujuannya bisa ke mana saja di dalam kota. Makan-enak-murmer di pasar kaget, ke toko buku, ke museum…, ke mana saja. Salah satunya ke Museum Pos Indonesia.

Nggak selalu bisa bertiga, sih. Kadang hanya bersama si sulung, kadang bersama si bungsu saja. Seperti waktu jalan-jalan di Babakan Siliwangi nih, saya hanya berdua si sulung.

Kalau pergi berdua-dua begitu, biasanya bisa mengobrol lebih banyak. Si sulung bisa leluasa bercerita tentang kesibukannya di sekolah, tentang teman-temannya, atau tentang keinginan-keinginannya. Dia nggak perlu mendadak bete karena diserobot oleh adiknya.

Kalau pergi dengan si bungsu saja pun begitu. Dia bisa puas bertanya tentang segala macam. Kenapa kalau naik bus Damri dapat karcis sedangkan kalau naik angkot tidak, kenapa kalau hujan jalanan sering tergenang (banjir cileuncang, kalau kata orang Sunda), kenapa ini kenapa itu.


2. Mengajak anak-anak dalam pekerjaan saya.

Kalau diundang mengisi suatu acara, saya selalu menanyakan kemungkinan untuk membawa anak. 

Waktu si bungsu masih balita, sih, malah pakai persyaratan di lokasi acara ada playground atau setidaknya ada panitia yang mau menjadi baby sitter. Hehehe…. Tapi itu dulu. Sekarang mah sudah lebih aman terkendali.

Mengajak mereka dalam pekerjaan offline saya begitu tidak cuma bermanfaat untuk family time. Manfaat lain, mereka bisa lebih mengenal pekerjaan saya dan ... ada yang motretin saya selama acara berlangsung. Hehehe ....

Seperti pertengahan Ramadhan kemarin. Ketika itu saya diundang untuk mengisi acara Bincang Menulis di Telkom University Bandung. Untungnya, saya bisa membawa anak-anak ke acara tersebut.

Acara berlangsung sampai pukul setengah empat. Rasanya tak mungkin mengejar waktu untuk berbuka puasa di rumah karena harus melalui titik-titik macet. Anak-anak setuju―sangaaaat setuju―untuk berbuka puasa di luar rumah.

Jadi, sebelum berangkat saya mampir dulu ke minimarket di dekat rumah untuk membeli sebotol air mineral dan sebungkus biskuit. Pilih yang convenience pack, supaya gampang dibawa-bawa.

Buka puasa bersama
Nunggu buka puasa.

Persiapan dong kalau-kalau harus berbuka di tengah perjalanan. Kalaupun sudah sampai di rumah makan, ada kemungkinan penuh dengan pengunjung sehingga pesanan kami terlambat diantar. 

Dengan membawa biskuit sebagai bekal ringan dan sehat begini, kami bisa menyegerakan berbuka puasa ketika waktunya sudah tiba. Bukankah sunahnya memang begitu?


3. Berkegiatan seru di rumah.

Kegiatan seru di rumah ini nggak perlu modal besar, bahkan bisa jadi nggak perlu modal. Yang penting dikerjakan bareng-bareng dan menyenangkan.

Membuat kue bareng seperti ini, misalnya. Anak-anak yang kompakan ingin membuat kue kering alias kukis lebaran. Saya sih oke-oke saja. 

Acara bikin kue ini seru. Dengan catatan, si emak jangan kebanyakan protes kalau ketebalan kuenya nggak sama. Ada yang tebelnya sampai satu sentimeter, ada yang setipis kertas.  

Si emak juga nyengir aja deh kalau melihat kue segede gitu cuma dikasih hiasan satu titik oranye doang di tengah-tengahnya. Selebihnya pucat polos tanpa polesan. Atau sebaliknya, semua warna ditumpuk begitu saja.

Masak bareng
Bikin kue bareng gini juga asyik untuk family time seru dan berkualitas.

Yang udah-udah, sih, kebanyakan dikomentari harus begini harus begitu malah bikin anak-anak bete. Suasana pun bisa berubah jadi tidak menyenangkan.

 Kalau sudah begitu, family time yang seru terancam gagal, deh. Jadi, biarkan saja mereka berkreasi.

Ketika kue sudah matang dan bisa dimakan, barulah dibahas bareng. Ketawa bareng ngelihat hiasan kuenya jadi nggak keruan, mbleber ke mana-mana. 

Ngakak bareng gara-gara nastar yang maunya seperti buah jeruk segar plus daunnya tapi malah jadi seperti jeruk ketempelan ulat gendut. Huehehe… yang penting senang bareng-bareng, deh 😀 

Ternyata tetap bisa, ya, menciptakan family time yang seru di antara kesibukan sehari-hari. Tempat menjadi tak terlalu penting. Yang penting adalah kebersamaan yang berkualitas dan menyenangkan.

Beda keluarga beda cerita, pastinya. Bagaimana cerita family time di keluarga kalian?

Salam, 

Triani Retno A

Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.