Blogger atau Copaser?

blogger atau copaser

Keira juga sudah memutuskan akan mencari di perpustakaan. Pasti banyak isi buku yang tak ada di internet. Lagi pula, buku biasanya ditulis oleh orang yang berkompeten dan melewati seleksi ketat untuk terbit.  Internet? Siapa pun bisa menulis apa pun di sana. Blog-blog sotoy yang Keira temukan tadi malam adalah salah satu buktinya. Seolah-olah paling ahli, paling paham, tapi sebenarnya hanya copy paste dari mana-mana. Comot sana, comot sini tanpa mencantumkan sumber asli.

Dua paragraf di atas adalah cuplikan dari novel duet saya dan Rassa: Dimensi. Di bagian itu, Keira Luvena (17 tahun) sedang googling untuk mencari informasi tentang sejarah Bandung. 

Baca Juga: Buat Karyamu Sendiri, Bukan Memplagiat

Ia menulis kata kunci "sejarah Bandung" dan Mbah Google dengan sangat baik hati memberikan jutaan entri. Dengan kata kunci lain yang lebih spesifik, masih jutaan juga. 

Keira kesal karena sering menemukan isi yang plek ketiplek sama di web/blog yang berbeda. 


novel dimensi
Novel Dimensi.

Makin kesal lagi karena jarang sekali yang menuliskan sumber referensi. Copy dari sebuah sumber, paste di blog sendiri. Tanpa mencantumkan sumber, seolah-olah blognya adalah sumber pertama.

Keira juga kesal karena banyak yang tidak sesuai harapan ketika diklik. Kata kuncinya sih "bangunan kuno di Bandung" tapi ketika diklik ternyata isinya tentang wisata kuliner di kota Bandung yang memang masih memiliki banyak bangunan kuno (walaupun banyak juga yang udah hilang tanpa bekas). 

Itu sebabnya ia kemudian memutuskan untuk mencari buku tentang sejarah Bandung ini di perpustakaan.

Pernah  mengalami seperti yang dialami oleh Keira? Bukan cuma yang tentang sejarah (kalau itu mah kebetulan si Keira lagi butuh info tentang sejarah), tapi juga tentang banyak hal lainnya. Dari tip kecantikan, kesehatan, wisata kuliner, gosip artis, misteri, dan banyak lagi.  

Saya sering. Terus terang, kesal euy dengan copaser macam ini. Kekesalan Keira itu adalah kekesalan saya :D


Cantumkan Sumber

Kalau memang infonya menarik sekali tapi males menulis ulang dengan bahasa sendiri, atuh laaah... cantumkan sumbernya, sebut nama penulis aslinya, sekalian kasih link ke sumber itu. Gampang dan nggak pakai lama. 

Dengan mencantumkan sumber, berarti kita sudah menghargai jerih payah si penulis asli. Nggak jarang lho si penulis itu pakai observasi, wawancara, atau studi pustaka supaya bisa menuliskan artikel di blog

Merangkai huruf menjadi kalimat yang rapi dan enak dibaca juga butuh waktu. Eh, kemudian datang si copaser yang meng-copy paste begitu saja seolah-olah ia sendiri yang melakukan riset, wawancara, dan sebagainya itu.

Atau memang ingin dianggap sebagai penulis aslinya, ya? Kalau kata Keira, jangan-jangan pengen dianggap paling ahli, paling paham tentang suatu masalah... padahal sebenernya hanya copas sana-sini. 

Baca Juga: Plagiat dan Kejujuran Kita

"Menulis kan untuk berbagi. Mestinya seneng dong tulisanmu dibaca orang luas."

Mungkin ada copaser atau simpatisan copaser yang berdalih seperti itu.  Seneng tulisan dibaca banyak orang... ya, pasti. Tapi rasa terzalimi ada juga, sih. Hei, kamu plagiat! Itu hasil karya, hasil riset, hasil mikir.

Kalau memang berniat baik mau menyebarluaskan tulisan itu, kembali lagi pada yang tadi: cantumkan sumbernya dan tidak berbuat seolah-olah itu asli karyamu.

Kalau bisanya cuma copas sana sini, masih pantes nggak sih disebut sebagai blogger?

Salam,

Triani Retno A
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance

Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.